DaerahLingkungan Hidup

Baktiar Nurdin, Korban Gempa Palu yang Kini Menjalani Hidup Sebagai Juru Parkir dan Menjadikan Pasar Sentral Parigi Sebagai Rumahnya

240
×

Baktiar Nurdin, Korban Gempa Palu yang Kini Menjalani Hidup Sebagai Juru Parkir dan Menjadikan Pasar Sentral Parigi Sebagai Rumahnya

Sebarkan artikel ini
Bahtiar Nurdin, korban bencana gempa, tsunami, likuifaksi yang terjadi di Palu 7 Tahun silam, kini memilih hidup sebagai juru parkir di pasar sentral Parigi-Moutong sekaligus menjadikan pelatasan pasar itu sebagai rumahnya.

Sulteng,Parigi- Bencana yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah 28 September 2018 silam masih menyisahkan duka dan pilu bagi sebagian korban yang saat itu melihat dengan mata telanjang bagaimana maha dahsyatnya gempa, tsunami, dan likuifaksi yang kala itu memporak-porandakan tanah kelahiran meraka, Jumat (26/09/2025).

Salah seorang korban bencana 7 tahun silam, Baktiar Nurdin Daeng Tobo menceritakan kisah pilu yang ia alami hingga akhirnya memilih meninggalkan Palu dan menjalani hidup di pelataran pasar senteral Parigi Moutong.

“Meski saya berdarah Makassar-Toraja, saya lahir dan besar di Palu. Saat bencana itu tiba dan menghancurkan semuanya, saya sudah tidak memiliki apa-apa lagi, termaksud kedua orang tua saya, mereka meninggal dunia saat bencana 7 tahun lalu,” kenang Baktiar.

Pasca bencana itu, Baktiar nekat ke Kabupaten Parigi Moutong mengikuti saudaranya. Disana (Parigi) ia bertekad melanjutkan hidup meski dengan segala keterbatasan yang ia miliki, tanpa pendidikan formal dan hanya bermodal semangat dan ketulusan.

“Awal-awal disini (Parigi) saya mengikuti kakak saya bekerja sebagai buruh bangunan karena untuk bekerja selain itu apalagi kantoran, saya tidak memiliki pendidikan tinggi,” ucapnya.

“Dan akhirnya saya disini, di pelataran pasar sentral Parigi, mencari dan melanjutkan hidup sebagai juru parkir sekaligus menjadikan tempat ini sebagai rumah,” ujarnya seraya memperlihatkan tempat yang ia sebut sebagai rumah di salah satu sudut pasar sentral Parigi.

Oleh pengunjung pasar sentral Parigi, Baktiar atau lebih akrabnya disapa Tiar merupakan sosok yang selalu menunjukkan semangat untuk terus berjuang melanjutkan hidup.

Di pelataran pasar yang ia jadikan “rumah”, Tiar tidur beralaskan kardus bekas, tanpa dinding, tanpa fasilitas selayaknya rumah. Sebagai juru parkit, Tiar hanya mampu mengumpulkan Rp.20 ribu hingga Rp. 40 ribu per hari, itupun harus ia bagi dengan Opa (Petugas Parkir) yang ia anggap sebagai atasan.

Bagi Tiar kehidupan yang ia jalani cukup berat. Sesekali matanya berkaca-kaca saat ia mengisahkan perjalanan hidupnya. Tiar berharap agar pemerintah bisa membantu dirinya mendapat tempat tinggal dan pekerjaan tetap.

Dengan segala keterbatasannya itu, Tiar mempunyai mimpi untuk memiliki usaha sendiri. Ia ingin berdagang di pasar yang selama ini ia sebut sebagai rumah. Memperbaiki dan hidup selayaknya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *