Bawaslu Palopo Gelar Pelatihan Hukum Kode Etik Pengawas Adhoc Panwaslu Kecamatan

Ketua Bawaslu Kota Palopo, Asbudi Dwi Saputra saat menjelaskan Hukum Kode Etik Penyelenggara Pemilu untuk Pengawas Adhoc bagi jajaran Pengawas Pemilu Kecamatan, Rabu (22/03/2023) kemarin.

PALOPO—Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Palopo melaksanakan Pelatihan Hukum Kode Etik Penyelenggara Pemilu untuk Pengawas Adhoc bagi jajaran Pengawas Pemilu Kecamatan.

Ketua Bawaslu Palopo, Asbudi Dwi Saputra mengatakan, pelatihan yang digelar pada Rabu 22 Maret 2023 kemarin bertujuan, agar pengawas pemilu dapat mengetahui kode etik yang mengikat mereka selaku penyelenggara pemilu.

Bacaan Lainnya

“Selain itu, Bawaslu Palopo juga memberikan pelatihan bagaimana cara melakukan penanganan pelanggaran jika ada yang melapor terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara adhock,” katanya, Kamis (23/03/2023).

Asbudi menjelaskan bahwa, kode etik penyelenggara pemilu telah disusun oleh DKPP melalui peraturan yang tertuang pada Pasal 157 Undang-undang Nomor 7 Tahun 20217.

“Terkait kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu tertuang pada peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017,” terangnya.

“Dugaan-dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu dapat diadukan langsung ke DKPP, sementara dugaan penyelenggara kode etik yang dilakukan oleh Panwaslu Kecamatan, Kelurahan atau Desa, baik itu pengawas TPS, PPK, PPS, dan KPPS diadukan ke Bawaslu Kabupaten atau Kota,” terang Asbudi.

Terkait dugaan pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu, lanjut Asbudi yaitu keberpihakan penyelenggara pemilu adhoc yang meliputi Panwaslu Kecamatan, PPK dan PPS kepada bakal calon pasangan atau pasangan calon.

“Hasil dari penangan atas temuan atau laporan ini ada yang diputuskan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota, ada pula yang diteruskan ke DKPP atau KPU Kabupaten/Kota,” ucapnya.

Menurut Asbudi tantangan pada pemilu serentak yang bakal digelar tahun 2024 mendatang yaitu penyelenggaraan pemilu-pemilihan serentak berimplikasi pada kompleksitas penyelenggaraan yang sekaligus menambah beban kerja bagi penyelenggara pemilu, baik itu DKPP, Bawaslu ataupun KPU.

“Selain itu, pada pemilu nanti jiuga berpotensi banyaknya pelanggaran yang kemungkinan akan terjadi baik itu dalam pemilu maupun pemilihan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan mekanisme penanganan pelanggaran oleh Bawaslu sendiri yang diatur dalam Undang-undang Pemilu dan Pemilihan,” terangnya.

“Perberaan penanganan ini tentunya berpotensi dipandang oleh publik pencari keadilan sebagai pembedaan perlakuan yang juga mengakibatkan jajaran Bawaslu berpotensi dilaporkan ke DKPP yang merasa tidak puas akan hasil penangan yang dilakukan oleh Bawaslu,” kunci Asbudi. (fit)





Pos terkait