Bentrok Antar Kelompok Pemuda di Mancani Bakal Diawasi CCTV

Dua kelompok pemuda di Mancani kembali bentrok, Senin (17/8/2020) sore. (ft/hendrahms)

PALOPO — Bentrok antar kelompok di kelurahan Mancani kecamatan Telluwanua sudah terjadi puluhan tahun silam. Seolah tak ada penyelesaian. Bahkan telah menelan korban.

Forum koordinasi pimpinan daerah beberapa kali telah mendamaikan dua kelompok pemuda dari lingkungan Uri dan Batu itu untuk hidup rukun. Termasuk melibatkan kedatuan Luwu.

Bacaan Lainnya

Pemkot Palopo terus berupaya agar konflik tersebut bisa benar-benar hilang. Salah satu cara yang coba di dorong ialah dengan pemasangan CCTV di titik yang kerap dijadikan lokasi bentrok.

Hal itu terungkap dalam pembahasan APBD Perubahan tahun anggaran 2021 di gedung DPRD Palopo, Rabu (29/9/2021). Anggaran yang rencananya bakal di plot untuk pengadaan CCTV sekitar Rp11 juta.

“Semoga pengadaan CCTV ini bisa meredam konflik. Karena selama ini polisi kesulitan mengungkap siapa pelakunya,” kata anggota badan anggaran DPRD Palopo, Nureny.

Informasi dihimpun, bentrok antar kelompok pemuda di kelurahan Mancani sempat diredam melalui ikrar yang diucapkan secara bersama oleh kelompok pemuda Uri dan Batu.

Ikrar tersebut diucapkan pada Jumat (23/5/2014) silam. Mereka menyatakan setulusnya akan mengawal masyarakat demi tercapainya kemananan, dan akan menggalang masyarakat untuk tidak kembali melakukan pertikaian atau hal semacamnya. Dan ketika ada masyarakat yang melakukan akan diberi tindakan tegas dan diproses secara hukum sesuai dengan undang undang yang berlaku.

Setelah ikrar perdamaian itu dibacakan, prosesi perdamaian kemudian dilanjutkan dengan upacara adat pemotongan kerbau seharga Rp21 juta sebagai bukti kesungguhan masyarakat untuk berdamai, dan bentuk kesyukuran atas terlaksananya acara perdamaian adat kedua kelompok masyarakat.

Dalam sumpah yang mengunakan bahasa daerah tersebut ditegaskan bahwa siapa saja yang mengulangi pertikaian sesudah pelaksanaan sumpah dan ikrar ini akan diinjak kerbau kedalam tanah tujuh lapis, dan akan di tanduk dan diseret oleh kerbau ke atas langit tujuh lapis, dan juga akan hengkang dari kampung dan semua hartanya tidak akan di bawa pergi.

Sejak ikrar itu, bentrok sempat hilang. Namun kembali muncul. Pada tanggal 28 Oktober 2016, bertepatan hari sumpah pemuda, dilakukan ritual adat perdamaian di istana Kedatuan Luwu.

Malam itu, di Istana Kedatuan Luwu, dua kelompok yang diwakili para tetua, disumpah adat di hadapan Sri Paduka Datu Luwu, Andi Maradang Mackulau Opu To Bau.

Dengan mengenakan pakaian adat kebesaran masing-masing, perwakilan warga ini ditutup kain putih. Mereka mengucap sumpah adat, siapa yang memulai lebih dulu, maka dia akan tertimpa marabahaya.

Mereka mengucap sumpah adat Sigaruang Telli. Sumpah ini mengandung arti menyatukan isi perut secara lahir dan batin dalam bingkai ‘maseddi siri’ (menyatukan rasa malu).

Ritual tersebut mempersembahkan tuak manis, dicampur dengan telur. Satu persatu telur tersebut diinjak, tak sampai pecah.

Lalu terakhir, telur itu dipecahkan dan dimasukkan ke dalam wadah tuak manis, diaduk dan diperhadapkan kepada Datu Luwu XL. Ritual ini berarti seluruh masyarakat adat Tana Luwu telah bersatu.

“Setelah sumpah adat ini, jika ada salah satu yang memulai, maka sumpah yang diucapkan, akan kembali menimpa mereka sendiri,” ucap Datu Luwu saat itu.

Pasca ritual sumpah tersebut, sejak 28 Oktober 2016, kabar konflik di kelurahan itu tak pernah lagi terdengar hingga beberapa tahun. Tapi belakangan ini kembali muncul. (*)

Pos terkait