PALOPO — Himpunan Mahasiswa Sipil Universitas Andi Djemma (Unanda) Kota Palopo mengaku dikagetkan dengan surat keputusan rektor berupa Drop Out (Do) hingga skorsing kepada sejumlah mahasiswa Prodi Teknik Sipil yang terlibat demonstrasi di halaman Rektorat Unanda.
Dalam rilis yang dikirim ke redaksi Ritmee.co.id, sejak melakukan aksi unjukrasa pada Kamis 17 September hingga Selasa 6 oktober 2020 di halaman rektorat, mahasiswa mengaku tak sedikitpun mendapat respon yang baik dari pihak universitas terhadap tuntutan yang mereka bawa.
Adapun tuntutan mahasiswa yang pertama, menurunkan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) selama Covid-19. Kedua, menggratiskan SPP bagi mahasiswa yang terdampak bencana Banjir di kabupaten Luwu Utara. Ketiga, mentransparansikan biaya pendapatan dan pengeluaran Unanda serta mencopot WR II Bidang administrasi Umum dan Keuangan.
Ketua Himpunan Mahasiswa Sipil, Wendi Seprianto angkat bicara mengenai kecemasan mahasiswa Unanda mengatakan DO dan Skorsing yang terjadi bukti bahwa kampus sedang tidak baik – baik saja dan sudah seharusnya sebagai agen of change turun mengaspirasikan segala tuntutan.
“Apalagi tuntutan yang kita gaungkan, terdapat nilai kemanusiaan di dalamnya dan permasalahan ini akan kita teruskan ke Kemendikbud Nadiem Makarim,” kata Wendi Seprianto dalam rilisnya.
“Nadiem pernah berjanji, bahwa dia dan jajaran akan memastikan bahwa tidak akan ada mahasiswa yang akan di DO akibat tidak mampu membayar uang kuliah. Dan kami akan menagih janji itu,” tambah Wendi seprianto.
Salah satu mahasiswa yang enggan disebutkan namanya mengatakan, mereka sudah menduduki Rektorat selama 18 hari, tetapi pihak rektorat belum menemui mereka. Bukannya ditemui, pihak Rektorat mengeluarkan surat Drop Out dan skorsing tertanggal 30 September 2020 kepada massa aksi yang terlibat unjuk rasa yang diedarkan 05 Oktober 2020.
Ia mengatakan, pihak rektorat begitu takut menemui mahasiswa sehingga harus mengeluarkan Surat DO. “Yang lebih mirisnya lagi, ketika kami melakukan aksi demonstrasi, para demonstran mendapatkan tindakan refresif dari birokrasi dan ada juga salah satu dari oknum birokrasi yang mengeluarkan senjata tajam untuk mengancam peserta demonstrasi,” bebernya.
“Hanya di kampus Unanda, DO digunakan untuk membungkam suara aspirasi mahasiswa dan juga selalunya melapor Ke pihak yang berwajib. Bukan malah melahirkan sebuah solusi tapi justru menghadirkan masalah baru,” tambahnya.
“Lucunya lagi, dalam aksi demonstrasi, sebagian birokrasi yang merusak fasilitas kampus tidak diproses. Justru hanya mahasiswa yang terlibat dalam aksi demonstrasi yang diberikan sanksi sekalipun dalam hal ini peserta demonstrasi tak pernah melakukan tindakan anarkis dan merusak fasilitas kampus,” ungkap mahasiswa tersebut.
Kata dia, aksi mahasiswa akan terus berlanjut dan melibatkan banyak mahasiswa. “Kami akan datang dengan massa aksi yang lebih besar dan menempuh jalur hukum jika itu dibutuhkan agar sanksi DO dan skorsing kepada kawan kami dicabut,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Unanda kota Palopo memberikan sanksi berat kepada 6 mahasiswa prodi Teknik Sipil. Sanksi berat itu berupa Drop Out (DO) atau pengembalian kepada orangtua.
Hal itu tertuang dalam Keputusan Rektor Unanda nomor 1031/KM.7/023/IX/2020 yang diteken Rektor Marsus Suti, tanggal 30 September 2020.
“Sebenarnya sudah pernah kita DO. Tapi saat itu kita anulir karena kebijakan kampus. Tapi mereka terus melakukan pelanggaran berat. Sudah tidak bisa ditolerir,” kata Wakil Rektor I Bidang Akademik, Suardi kepada awak media didampingi WR II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Baktiar serta anggota komisi disiplin, Hisma Kahman, Sulastri, Surianto serta Kabag Humas Unanda, Nunung Misran di lantai 4 Mega Plaza, Senin (5/10/2020).
Suardi yang juga Sekretaris Senat menjelaskan, mereka ini dianggap melakukan pelanggaran berat hingga menyebabkan aktifitas kampus lumpuh total. Seperti demo hingga menyegel kampus. “Demo boleh, tapi jangan melanggar aturan. Aksi mereka sudah membuat pelayanan hingga perkuliahan lumpuh. Kalau mereka melihat kampus beroperasi, langsung datang menyegel. Dan ini sangat mempengaruhi aktifitas kampus,” terang dia.
Ia membeberkan, selama ini tuntutan mereka dipenuhi pihak kampus. Seperti pengurangan BPP untuk semua prodi hingga membebaskan BPP terhadap mahasiswa yang terdampak bencana banjir Lutra. Pendekatan secara persuasif terus dilakukan.
“Tanpa disampaikan itu sudah kita laksanakan. Kemudian, kita adalah perguruan tinggi swasta yang BPP-nya rendah. Sudah paling rendah, bisa diangsur pula selama tiga kali. Ini kebijakan selama covid-19,” terangnya lagi.
Selain DO, pihak kampus juga memberikan pelanggaran sedang kepada 5 mahasiswa teknik sipil dan 24 pelanggaran ringan.
“Harapannya dengan DO dan sanksi lainnya ini, mereka bisa sadar. Bahwa telah melanggar aturan kampus. Walaupun sudah dilakukan upaya persuasif. Yang DO sudah dihapus haknya di kampus,” tegasnya.
Tidak hanya itu, pihak kampus juga telah menemui Kapolres Palopo, AKBP Alfian Nurnas untuk meminta dibackup. “Nama-nama yang ada dalam SK kita serahkan ke kapolres untuk membackup kita,” tutupnya.
Berikut nama mahasiswa prodi teknik sipil yang dinyatakan melanggar.
DO akibat pelanggaran berat. (Dodi Irawan, Wendi Septrianto, Muh Nilwan, Ibran Rudding, Ridal, Muslim)
Skorsing selama dua semester, pelanggaran sedang. (Riska, Yingsih, Gilang Maulana, Muh Zulfikar, Musyarrif).
Pelanggaran ringan atau peringatan. (Muh Rizal qibran, Muh Fiqram Nursyam, Emil, Andi Muh Fahri, Citra Oka Saputri, Taufik, Muh Jaelani Muis, Wiranatha, Ongki Nirmawan, Ikram Rifai, Hajar Aji Dewantara, Aprilla Sarira, Ermayanti, Karina Sapni, Muh Asnur Usman, Adam Dermawan, Umar Basri, Ririn, Darwansyah, Rifaldi Suroso, Reskiadi Putra, Yuslan Pabiri, Feri dan Wira Nurul).