JAKARTA – Hubungan Indonesia-China sedang tegang. Hal ini lantaran melintasnya kapal aparat (coast guard) dan kapal pencari ikan Negeri Tirai Bambu di Perairan Natuna. Kini militer Indonesia sudah menyiagakan alat tempur di laut dan udara di Natuna.
Dilansir ritmee.co.id dari Detikcom, Republik Rakyat China menyatakan kawasan yang dilewati nelayan serta coast guard negaranya adalah wilayahnya sendiri. Batas wilayahnya adalah 9 Garis Putus-putus (9 Dash Line) yang dibikin sejak 1947.
Masalahnya, 9 Garis Putus-putus yang diklaim China sebagai batas teritorinya itu menabrak teritori negara lain, termasuk menabrak Perairan Natuna milik Indonesia.
Semua anak manusia tentu berharap damai. Upaya diplomasi dikedepankan. Merespons masuknya kapal pencari ikan dan coast guard Republik Rakyat China (RRC) ke Laut Natuna, Kementerian Luar Negeri RI sudah memanggil Duta Besar RRC untuk Indonesia. RI juga melayangkan nota protes ke Beijing pada 30 Desember 2019.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, kemudian menyampaikan keterangannya perihal teritori Perairan Natuna ini, setelah Dubesnya di Jakarta dipanggil Kemlu RI. China bersikukuh. Menurut Geng, perairan di sekitar Kepulauan Nansha (Spratly Islands) masih menjadi milik China. Dubesnya di Jakarta juga menegaskan itu ke Kemlu RI.
“China punya kedaulatan di Kepulauan Nansha dan punya hak daulat dan yurisdiksi di atas perairan terkait (relevant waters) Kepulauan Nansha. Sementara, China punya hak historis di Laut China Selatan. Nelayan China telah lama melakukan aktivitas perikanan di perairan terkait Kepulauan Nansha, yang telah lama sah dan punya dasar kuat,” kata Geng dalam catatan jumpa pers reguler, Selasa (31/12/2019), sebagaimana dilansir situs Kementerian Luar Negeri China.
“Penjaga Pantai (China Coast Guard) menjalankan tugasnya dengan menerapkan patroli rutin untuk menjaga aturan maritim dan melindungi hak-hak sah rakyat kami dan kepentingan di perairan sekitar. Duta besar kami di Indonesia menyatakan kembali posisi konsisten China kepada pihak Indonesia,” kata Geng.
Indonesia berpijak pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Pada 2016, Mahkamah Arbitrasi UNCLOS menyatakan klaim 9 Garis Putus-putus China itu tidak mempunyai dasar historis.
“Argumen ini telah dibahas dan dimentahkan oleh Keputusan SCS Tribunal 2016. Indonesia juga menolak istilah ‘relevant waters’ yang diklaim oleh RRT (RRC -red) karena istilah ini tidak dikenal dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” kata Kemlu.
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mendorong adanya pembicaraan untuk menyelesaikan sengketa Natuna-Laut China Selatan itu. Prabowo tegas mempertahankan kesatuan teritorial NKRI sebagaimana sikap Kemlu RI. Sikap ini juga telah disampaikan Prabowo dalam pertemuan ADMM (Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN) pada 18 November 2019.
Persoalan ini harus diselesaikan supaya hubungan ekonomi kedua negara tidak terganggu. Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyampaikan sikap Prabowo tersebut.
“Sejalan dengan nota protes yang sudah dikirimkan oleh Menlu, dan Pak Prabowo seperti sudah menyampaikan pada pertemuan ADMM di Bangkok, menyatakan bahwa pembicaraan code of conduct (CoC) terkait sengketa Laut China Selatan harus dilakukan dan dituntaskan,” kata Dahnil kepada wartawan, Kamis (2/1) kemarin.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) meningkatkan kesiagaan di Laut Natuna. Kapal hingga pesawat militer siap dikerahkan, prinsipnya adalah ‘economy of force’ atau pengerahan secara ekonomis bila diperlukan, sesuai perkembangan situasi dan kebutuhan.
“TNI meningkatkan kesiapsiagaan dengan cara meningkatkan sistem penginderaan dan sistem deteksi dini,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sisriadi kepada wartawan, Kamis (2/1).
TNI juga berencana mengaktifkan Pusat Informasi Maritim, yang berlokasi di Markas Korps Armada RI I, Jakarta. Bila fasilitas itu sudah aktif, setiap pergerakan yang melanggar teritori di laut bisa diketahui.
“Dalam waktu dekat TNI akan mengoperasikan Pusat Informasi Maritim, yang salah satu fungsinya adalah melakukan deteksi dan identifikasi setiap wahana laut yang masuk ke perairan kita,” kata Sisriadi. (*)