BELOPA — Massambe atau mengolah pohon sagu menjadi sagu siap konsumsi biasanya dilakukan oleh para lelaki di Tana Luwu. Namun, tidak demikian dengan Nayati (50) warga Desa Langkidi, Kecamatan Bajo, Kabupaten Luwu. Sejak menjanda beberapa tahun lalu, Massambe ia lakoni.
Bukan hanya Nayati, empat orang wanita lainnya yang tergabung dalam KWT Pangkaroang Bulawang, juga melakoni profesi ini. Kendati harus bekerja keras setiap hari, Nayati mengaku bersyukur.
“Anak saya ada tiga orang. Alhamdulillah, dua sudah menyelesaikan sekolah di perguruan tinggi di Kota Palopo, dan yang terakhir baru saja menyelesaikan sekolah di tingkat SMU,” katanya bangga.
Demi menafkahi anaknya, ia rela jari tangannya terputus akibat terkena parut. Belum lagi harus mengangkat beban yang berat dan lainnya.
Sehari-hari, ia menerima upah sebesar Rp 100 ribu dari majikannya. Namun, jika permintaan sagu meningkat, upahnya pun naik menjadi Rp 150 ribu sehari.
” Sekarang permintaan sagu agak menurun. Pohon sagu juga kurang saat ini. Biasanya kami membeli di Suli Barat hingga ke perbatasan Kabupaten Wajo,” katanya.
Satu batang pohon sagu dibandrol antara Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu. Satu pohon bisa menghasilkan 7 karung basah sagu. Tiap karung beratnya 50 kilogram. Selain diolah menjadi kapurung kelompok Nayati juga mengolah sagu menjadi kue kering. Nayati berharap tetap diberi kesehatan agar dapat melanjutkan profesinya tersebut. (fit)