LUTRA – Pentas Seni dan Budaya Ogoh-ogoh untuk pertama kalinya digelar di Luwu Utara, dipusatkan di Lapangan Tri Manggolo Desa Cendana Putih Kecamatan Mappedeceng, Minggu (15/3/2020).
Dibuka secara resmi Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, pentas tersebut diikuti oleh 12 kecamatan dengan jumlah kontingen sebanyak 13.
Meriahnya pentas seni yang dilaksanakan dalam rangka Hari Raya Nyepi itu, dihadiri ribuan umat Hindu dan menampilkan ogoh-ogoh raksasa dengan nilai fantastis hingga puluhan juta rupiah.
“Tadi saya sudah berbincang dengan bapak ketua PHDI Luwu Utara terkait ogoh-ogoh ini, ternyata filosofinya adalah melambangkan nafsu buruk namun dijaga supaya tidak berdampak bagi lingkungan,” tutur Indah Putri saat menyampaikan sambutan.
Sementara itu Dikutip dari Wikipedia, Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma. Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.
Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud raksasa.
Selain wujud Raksasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah,, Widyadari, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau Sara walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar Ogoh-ogoh. Contohnya Ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.
Dalam fungsi utamanya, Ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala, dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi.
Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia. (hms)