Oleh: DR.H.A.M. Arham Basmin Mattayang, S.Sos, MM
Tepat di 23 Januari, kenangan sejarah 78 tahun silam, akan selalu kita rawat dengan mengingat kembali dialektika fundamental para tokoh sekaligus pejuang, para pemberani yang bertindak sebagai salah satu fondasi pembentuk kesadaran individu secara massif di tanah ini. Mereka bergerak bersama dalam sebuah perjuangan yang kita peringati sebagai Hari Perlawanan Rakyat Luwu. Ini kisah tentang perjuangan yang sangat penting dalam sejarah sosial dan kebudayaan di Tana Luwu. Sebuah perjuangan yang penuh bayangan akan harapan kehidupan sosial yang membebaskan di tengah-tengah feodalisme non absolut terlebih lagi pada yang bersifat absolut di masa kini.
Perlawanan Rakyat Luwu adalah sebuah susunan kata dengan spirit yang sangat emosional. Kata itu menghadirkan asa akan suatu penyelamatan sesudah diambilnya tindakan merespon sikap arogan para penjajah belanda dan sekutunya. Ini juga menjadi sebuah susunan kata sederhana, representasi dari kesucian niat di setiap pejuang dalam peristiwa 78 tahun lalu.
Kita semua tahu, dalam sebuah budaya dan perilaku kita sebagai makhluk bernama manusia beserta segenap sistem nilai yang kita susun, dan pada kolektivitas aktivitas bermasyarakat kita, tak sedikit diantara kita yang memandang dunia ini sebagai tujuan prioritas. Yang pada akhirnya, setiap aktivitas pribadi maupun gerakan sosial serta aktivitas pengorganisasian kekuasaan, dan kesejahteraan di antara kita, dilaksanakan dengan mengandaikan, bahwa kehidupan fana ini menjadi wadah satu-satunya dari segenap awal dan segenap akhir.
Kebangkitan rakyat Luwu yang dimulai dari kantong-kantong kultur agama serta kesadaran primordial yang selalu terawat dari masa ke masa. Dan hanya keikhlasan berjuanglah yang mampu membuat reputasi dan hasilnya sampai di kita hari ini.
Bangunan kenangan kita atas sejarah perjuangan para pendahulu kita di tanah ini tak boleh memudar, apatah lagi ada yang memaksakan kenangan itu berdiri dari fondasi hasrat politik minim nurani.
Sejarah perjuangan ini harus tetap kita rawat, dia tak boleh hanya menjadi cerita dari masa ke masa yang bisa berujung sebatas respon oleh anak cucu kita sebagai sebuah isu masa lalu, juga sebagai motivasi standar dan minim makna bagi mereka di masa depan. Dan menjadi lebih ironis lagi jika mereka beranggapan itu hanyalah hak asasi dari sebuah isyu, dan kiranya lebih tetap dimengerti sebagai sebuah reaksi umat manusia atas sejarah bersamanya. Suatu sejarah penderitaan korban-korban manusia yang terbilang jumlahnya dalam sebuah angka-angka perkiraan orang tua mereka di masa lalu agar terkesan heroik.
Filosofi Sarat Makna
Dari banyak segi, pada kekayaan alamnya, tak banyak jengkal tanah lain di pulau Sulawesi yang suburnya menyaingi tanah di Luwu Raya ini. Keteguhan merawat tradisinya pun menyandang predikat yang hampir sama.
Dalam beberapa kesempatan bersua dan berinteraksi, untaian kalimat sarat makna dan nilai dari Datu Luwu Ke 40 La Maradang Mackulau Opu To Bau,SH. Beliau berbagi kisah dan pengetahuan perihal bagaimana filosofi dari simbol Pajung ri Luwu, pesan bijak yang akan selalu fresh di ingatan saya. Pajung ri Luwu adalah manifestasi simbolik kemuliaan tanah dan wija to Luwu ungkap beliau. Pada kubah masjid terdapat payung dimana sebahagian payung ini tak menampakkan wujud manusia. Penegasan simboliknya bahwa seorang pemimpin bijaknya bukan dia yang dipayungi, oleh karena dia adalah representasi dari fungsi payung sesungguhnya. Bahwa dialah yang mesti terdepan mengambil peran dan fungsi payung yang meneduhkan dan menentramkan. Tidak menyakiti hati rakyatnya dengan ucapan serta prilaku yang tak baik.
Pun demikian dengan Pakka, simbol ini harus mampu mengkomposisikan sebuah keselarasan bagaimana membangun Hablum minallah wa hablum minannas. Pakka ini juga harus menjadi simbol keseimbangan dalam hubungan Tuhan, Alam dan Manusia. Dimana pengelolaan sumber daya alam kita harus minim dari ego penguasaan dan pengelolaan terhadap sumber daya alam secara berlebihan. Sebab ini berpotensi akan membuat alam marah pada kita dengan membalas manusia dari arah yang tak terduga.
Kemajuan teknologi di era modern sekarang ini harusnya tetap membuat kita berpegang teguh pada warisan bijak di masa lalu yang termaktub dalam setiap pesan-pesan yang mulia Datu Luwu di atas.
Di tahun 2024 ini juga menjadi tahun yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Pelaksanaan Pemilu serentak secara tidak langsung menjadi momentum bagi Wija to Luwu melakukan retrospeksi nilai perjuangan masa lalu para pendahulu kita yang harus diakui telah membuahkan hasil yang luar biasa, berupa proses berdemokrasi bagi bangsa yang telah merdeka bernama pemilu serentak.
Secara tidak langsung sesungguhnya kita masih berada dalam rangkaian Perlawanan Rakyat Luwu dalam versi berbeda namun tetap sama. Jika dulu mereka berjuang melawan penjajah, maka sekarang kita tetap berada dalam zona sedang berjuang meskipun yang kita lawan adalah egoisme berlebih dalam diri kita sendiri.
Sebagai catatan penutup, hingga hari ini dan sampai kapanpun saya akan selalu merasa menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung memiliki Darah Wija to Luwu. Terbetik asa kelak, bahwa betapa luar biasanya kehidupan masyarakat kita di tana luwu ini, jikalau banyak orang membina dirinya agar memiliki kualitas hidup dengan tetap menjadikan local wisdom sebagai bahagian rujukannya. Dan betapa afdalnya jika para politisi, pemimpin dan calon pemimpin di tana Luwu ini merawat sifat dan sikap “SIPAKATAU” serta merasa wajib mengolah perilakunya ke tatanan kualitas mumpuni. Sehingga imbasnya adalah, rakyat tanpa paksaan dan penuh kesukarelaan akan mendukungnya dan akan selalu menghormatinya. Dan dengan sendirinya akan lahir jiwa patriotisme serta hadirnya harmonisasi di lintas generasi kita di Tana Luwu ini hari ini, esok dan yang akan datang.
Selamat Hari Jadi Luwu ke 756 dan Hari Perlawanan Rakyat Luwu ke 78.
Salam Hormat, ABM (20 januari 2024)