Jerman Butuh 127 Tahun Capai JKN Menyeluruh, Indonesia Hanya 10 Tahun

Layanan BPJS Kesehatan.

ERNI Bundu tidak akan pernah lupa hari itu. Hari ketika melahirkan anak keduanya, Dzahirulhaq El Ayyubi, melalui operasi caesar di RSUD dr La Palaloi, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dia tak sempat sujud syukur karena belum bisa banyak bergerak. Namun di dalam hatinya, dia merasa begitu terberkati.

Bacaan Lainnya

Selain karena akhirnya bisa punya anak laki-laki (anak pertamanya, Alaikha, seorang perempuan), dia juga tak perlu mengeluarkan sepeser pun untuk operasi itu, bahkan hingga masa pemulihannya beberapa pekan kemudian. Itu karena dia terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan.

“Saya dengar kalau masuk sebagai pasien umum, butuh sampai Rp20 jutaan untuk operasi caesar,” ucap sarjana keperawatan itu, Selasa, 8 Juli 2025.

Erni adalah satu dari 398.870 penduduk Kabupaten Maros. Dia beruntung karena tanah tempatnya berpijak adalah salah satu daerah dengan Universal Health Coverage (UHC) atau Jaminan Kesehatan Semesta dengan persentase sangat tinggi, sudah 99,44 persen.

Artinya, sudah hampir seluruh penduduk Kabupaten Maros yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Predikat UHC dengan persentase tinggi pun bisa diraih. Lalu, apa manfaatnya? Sederhanya, hampir seluruh penduduk di daerah ini hanya perlu memperlihatkan KTP untuk datang berobat di fasilitas kesehatan dengan gratis.

Tetapi, bukan hanya Maros. Nyaris semua kabupaten dan kota di Indonesia sudah menerapkan UHC. Itu juga yang membuat negara-negara di dunia takjub pada Inspire Health Forum yang diselenggarakan pada 7-11 Juli 2025 di Manila, Filipina.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti yang menjadi pembicara membeberkan, berdasarkan jurnal Lancet tahun 2012, negara-negara di Asia perlu waktu puluhan tahun untuk mendaftarkan seluruh warganya ke jaminan sosial.

Bahkan, Jerman, negara tertua yang menerapkan mekanisme jaminan kesehatan sosial, membutuhkan 127 tahun. Sedangkan Indonesia sudah bisa mencapainya dalam 10 tahun saja dari sisi kepesertaan.

Hal itu, imbuh Ghufron, tidaklah mudah. Sebagai negara kepulauan dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia harus berupaya keras untuk memberikan perlindungan jaminan kesehatan bagi seluruh penduduknya.

Namun berkat komitmen dan kolaborasi bersama seluruh pemangku kepentingan, kini sudah lebih dari 98 persen penduduk Indonesia terlindungi Program JKN. Pesatnya pertumbuhan kepesertaan JKN membuat banyak negara yang tertarik datang untuk studi banding.

“Bisa dibilang, Indonesia kini jadi salah satu rujukan dunia dalam hal penyelenggaraan jaminan kesehatan,” kata Ghufron di hadapan ratusan tamu undangan.

Ghufron menambahkan, peningkatan jumlah peserta JKN harus diiringi dengan kemudahan akses layanan kesehatan. BPJS Kesehatan terus memperluas jaringan mitra fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia.

Tahun 2024, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 23.682 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan 3.162 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).

“Kehadiran Program JKN mendorong geliat pertumbuhan industri kesehatan swasta, khususnya rumah sakit. Sebanyak 66,13 persen RS mitra BPJS Kesehatan adalah milik swasta. Sepanjang tahun 2014-2024, jumlah RS yang bekerja sama meningkat 88 persen,” imbuhnya.

Fasilitas kesehatan yang digandeng mulai dari perkotaan hingga daerah pelosok. Bahkan, beberapa rumah sakit terapung juga dikontrak oleh BPJS Kesehatan untuk melayani daerah-daerah terpencil yang sebelumnya menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan.

Pihak BPJS Kesehatan tak hanya memandang dari sudut penyelenggara, namun juga melihat dari perspektif peserta. Percuma UHC jika fasilitas kesehatan sulit dijangkau. Misalnya harus berjalan jauh atau memakan waktu berjam-jam untuk tiba. Padahal, pasien sudah dalam kondisi membutuhkan penanganan segera.

“Komitmen kami adalah melayani peserta JKN secara borderless (tanpa batas), artinya proses layanan peserta JKN bisa dilakukan di seluruh Indonesia, tidak bergantung pada domisili peserta saat ini,” ujar Ghufron, yang juga menjabat sebagai Ketua TC Health Internasional Social Security Association (ISSA) yang beranggotakan 162 negara tersebut.

Tidak Berhenti

Kembali ke Kabupaten Maros, tempat Erni Bundu tinggal dan melahirkan secara gratis, pemerintah daerahnya bersama BPJS Kesehatan kembali menandatangani kesepakatan bersama (MoU) untuk melanjutkan program Universal Health Coverage (UHC) Non Cut Off tahun 2025.

Bupati Maros, Chaidir Syam, mengatakan, anggaran untuk program UHC tahun 2025 telah ditingkatkan menjadi Rp27,5 miliar, naik sekitar Rp3 miliar dibandingkan tahun 2024 yang hanya Rp24 miliar.

“Semangatnya adalah bagaimana seluruh warga Maros ini tidak ada tidak bisa berobat karena masalah biaya lagi,” tambahnya.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Makassar, Muhammad Aras mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Pemerintah Kabupaten Maros atas kontribusinya terhadap program JKN.

“Dukungan ini sangat penting untuk kelangsungan program JKN dan kami berharap ke depan, program ini dapat terus memberikan manfaat lebih besar bagi warga Kabupaten Maros,” tutur Aras

Dapat Penghargaan

Capaian JKN di Kabupaten Maros membuahkan penghargaan UHC Award dari pemerintah pusat selama dua tahun berturut-turut.

Kabupaten Maros pastikan 99,44 persen penduduknya tercatat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

 

BPJS Kesehatan mengawali kemudahan dengan mengeluarkan kebijakan berupa pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk mengakses layanan kesehatan di fasilitas kesehatan mitranya. Tanpa perlu fotokopi-fotokopi lagi. Cukup menunjukkan KTP pada petugas di fasilitas kesehatan, kini seluruh peserta JKN akan mendapat pelayanan kesehatan dan ditanggung biaya pengobatannya 100 persen, selama sesuai prosedur.

Data menunjukkan, Pemkab Maros menanggung iuran BPJS 55.000 warganya. Itulah yang menelan anggaran hingga Rp27 miliar. Total ada 389.580 warga Maros yang terdaftar BPJS.

Kemudian, ada 2.000 warga Maros yang belum terdaftar BPJS Kesehatan. “Tapi tetap dilayani. Namun terlebih dahulu diarahkan ke Dinsos untuk didaftarkan dan bisa langsung aktif dalam sehari. Namun jika warga ke Dinsos dan ternyata masuk kategori mampu maka akan diarahkan ke mandiri,” ungkap Amran Yusuf, anggota DPRD Maros.

Wakil Bupati Maros, Suhartina Bohari saat itu pun langsung memberi penegasan untuk situasi di Maros. Dia mengingatkan seluruh pihak tak mempersulit masyarakat.

“Tidak boleh lagi ada masyarakat yang tidak mendapatkan fasilitas kesehatan hanya karena tidak mampu. Masyarakat sisa membawa KTP atau menunjukkan NIK maka bisa langsung mendapatkan pelayanan kesehatan,” tuturnya.

Kepala Kantor BPJS Kesehatan Maros, Zari Puspita Ayu menyebutkan, total masyarakat Maros yang telah terdaftar sebagai peserta JKN adalah 389.580 jiwa.

“Distribusi peserta JKN-KIS bersasarkan segmentasi yakni, Penerima Bantuan Iuran dana APBM (PBI APBM) 192.452 jiwa, Pemerintah Bantuan Iuran dana APBD (PBI APBD) 47.557 jiwa. Selanjutnya, Pekerja Pemerintah Upah (PPU) termasuk ASN, TNI, Polri dll 97.980 jiwa, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) 43.949 jiwa dan Bukan Pekerja (BP) 5.463 jiwa,” rincinya.

Kehadiran JKN menjadi berkah bagi masyarakat. Tinggal bagaimana fasilitas kesehatan meningkatkan layanannya. Mental harus diperbaiki bahwa pasien adalah prioritas. “Jangan ada yang dipingpong, apalagi bagi masyarakat awam. Kan kasihan kalau harus ribet dengan pengurusan administrasi,” harap Erni Bundu. (imam dzulkifli)

Pos terkait