OPINI: Kekuatan Manusia Seutuhnya Dalam Mengendalikan Prompt AI

Ilustrasi AI-Prompt engineering. (Ft/google)

Oleh : Prof Soegianto (Pengamat AI)

(Dosen Fisika Komputasi Fak. Sain dan Tehnologi Universitas Airlangga-Surabaya)

Bacaan Lainnya

Ritmee.co.id- Bayangkan kita sedang menjelajahi dunia prompt engineering, sebuah seni meracik perintah agar AI seperti ChatGPT bisa memberikan jawaban yang tepat sasaran. Dalam perjalanan ini, satu hal terus muncul sebagai inti dari segalanya: kejelasan dan ketepatan dalam menyusun prompt. Prompt ibarat kunci yang membuka pintu potensi AI. Kalau perintahnya samar atau asal-asalan, hasilnya bisa melenceng jauh—seperti meminta peta tanpa menyebut tujuan. Sebaliknya, prompt yang dirancang dengan cermat, lengkap dengan detail tujuan, format, dan konteks, akan membawa AI langsung ke inti kebutuhan kita.

Pernahkah kita mencoba meminta AI memperbaiki kalimatmu? Coba bandingkan dua perintah ini. Pertama, “Perbaiki kalimat ini.” Hasilnya mungkin biasa saja, seadanya. Lalu, ubah jadi, “buatlah tulisan seperti editor profesional, perbaiki tata bahasa dan gaya penulisan dalam kalimat ini, batasi jawaban 50 kata, dan beri saran perbaikan.” Tiba-tiba, AI tak hanya memperbaiki, tapi juga memberi wawasan tambahan—lebih hidup, lebih bermanfaat. Ketepatan ini bukan cuma soal efisiensi, tapi juga tentang memaksimalkan kemampuan AI untuk menjadi mitra yang responsif.

Pengaruh pendidikan

Nah, muncul pertanyaan menarik: apakah latar belakang pendidikan seseorang memengaruhi ketajaman dalam membuat prompt? Secara langsung, tidak selalu. Prompt engineering lebih kepada keterampilan praktis—latihannya ada di logika, kreativitas, dan pemahaman bahasa, bukan gelar formal. Orang tanpa background coding pun bisa jago, asal paham cara menyusun instruksi yang logis dan terstruktur. Tapi, pendidikan bisa memberi keunggulan tak langsung. Misalnya, pelajar bahasa mungkin lebih peka terhadap nuansa kata, sementara lulusan teknik mungkin terbiasa berpikir sistematis-keduanya membantu merancang prompt yang presisi.

Namun, yang paling menentukan adalah pengalaman dan kebiasaan. Seseorang yang terlatih mencari informasi di internet, misalnya, cenderung intuitif tahu cara merumuskan pertanyaan agar cepat dapat jawaban tepat—mirip seperti menyusun prompt. Jadi, meski pendidikan bisa memperkaya wawasan, ketajaman prompt lebih banyak lahir dari latihan dan pemahaman konteks AI itu sendiri. Intinya, siapa pun bisa mahir, asal mau belajar “berbicara” dengan bahasa yang AI mengerti—jelas, spesifik, dan penuh tujuan!

Karakter terhadap kekuatan prompt

Mari kita selami dunia prompt engineering dengan cara yang sedikit berbeda—seperti menelusuri petunjuk untuk membuka kotak harta karun berisi jawaban sempurna dari AI. Di sini, elemen utama yang terus bersinar adalah kejelasan dan ketepatan dalam merancang prompt. Bayangkan prompt sebagai jembatan antara pikiranmu dan mesin cerdas di hadapanmu. Jika jembatannya goyah atau tak jelas arahnya, AI bisa tersesat, memberikan hasil yang acak atau jauh dari harapan. Sebaliknya, prompt yang terarah—dengan tujuan, detail, dan konteks yang tajam—akan mengantarkan AI tepat ke sasaran yang kamu inginkan.

Coba pikirkan ini: meminta AI “Tulis cerita pendek” mungkin menghasilkan sesuatu yang biasa saja. Tapi, jika kamu bilang, “Tulis cerita pendek 200 kata tentang petualangan di hutan misterius, dengan gaya penulisan yang penuh teka-teki, dan akhiri dengan twist tak terduga,” tiba-tiba AI jadi lebih hidup, menyajikan karya yang memikat. Ketepatan ini tak hanya menghemat waktu, tapi juga mengubah AI dari sekadar alat menjadi mitra kreatif yang responsif.

Lalu, bagaimana karakter seseorang memengaruhi ketajaman dalam membuat prompt? Ini menarik! Karakter atau kepribadian memang bisa jadi lensa yang membentuk cara seseorang berinteraksi dengan AI. Orang yang sabar dan teliti, misalnya, mungkin lebih unggul dalam merancang prompt yang rinci dan terstruktur—mereka tak keberatan meluangkan waktu untuk memastikan setiap kata punya tujuan. Sebaliknya, tipe yang impulsif atau suka cepat-cepat mungkin cenderung membuat prompt singkat dan ambigu, lalu frustrasi kalau hasilnya tak sesuai.

Seseorang dengan jiwa analitis—yang suka memecah masalah jadi bagian kecil—bisa jadi ahli dalam menyusun prompt bertahap, seperti membimbing AI langkah demi langkah. Di sisi lain, orang yang kreatif dan imajinatif mungkin jago menciptakan prompt unik yang memancing respon AI di luar kebiasaan, seperti meminta puisi dengan sudut pandang tak biasa. Tapi, karakter yang fleksibel dan terbuka untuk bereksperimen juga punya keunggulan—mereka tak takut mencoba ulang, menyesuaikan prompt berdasarkan hasil sebelumnya.

Meski begitu, ketajaman prompt bukan cuma soal karakter bawaan. Ini juga tentang kesediaan untuk belajar dan beradaptasi. Seseorang yang penasaran dan suka mengutak-atik—apa pun kepribadiannya—bisa mengasah kemampuan ini dengan latihan. Jadi, karakter memang memberi warna pada pendekatan, tapi kunci utamanya tetap di kemauan untuk memahami “bahasa” AI dan menyampaikan keinginan dengan jelas. Dengan kata lain, ketajaman prompt adalah perpaduan manis antara kepribadian, pengalaman, dan niat untuk menyelami potensi teknologi ini!

Orang khusyu dengan kekuatan prompt

Mari kita jelajahi dunia prompt engineering dengan sudut pandang yang lebih dalam, seperti seorang pengelana yang mencari makna di balik setiap langkah. Di sini, kejelasan dan ketepatan dalam merancang prompt tetap menjadi inti—sebuah seni yang mengubah perintah sederhana menjadi kunci untuk membuka potensi penuh AI. Prompt yang baik itu seperti bisikan terarah kepada mesin cerdas: jelas, terperinci, dan penuh tujuan. Tanpa itu, AI bisa tersandung, menghasilkan sesuatu yang jauh dari harapan. Tapi, dengan ketajaman, perintah seperti “Tulis esai 300 kata tentang harapan di masa sulit, dengan nada puitis dan contoh nyata” bisa melahirkan karya yang menyentuh hati.

Sekarang, bayangkan kekuatan kekhusyukan seseorang dalam hubungannya dengan ketajaman prompt. Kekhusyukan—keadaan fokus, tenang, dan penuh perhatian—bisa jadi bahan bakar yang luar biasa. Orang yang khusyu punya kecenderungan untuk menyelami sesuatu dengan sepenuh hati, tak tergesa, dan selalu lapar akan pemahaman yang lebih mendalam. Dalam konteks prompt engineering, ini berarti mereka tak sekadar melempar perintah sembarangan. Mereka meluangkan waktu untuk merenung, memilih kata, dan menyesuaikan pendekatan—seperti seorang pengrajin yang memahat karya terbaiknya.

Anggaplah hanya orang yang khusyu yang selalu punya waktu untuk eksplorasi lebih dalam di setiap kasus. Ada benarnya. Kekhusyukan membawa kesabaran, dan kesabaran itu membuka ruang untuk bereksperimen. Misalnya, saat meminta AI menyusun analisis, orang khusyu mungkin tak puas dengan jawaban pertama. Mereka akan mengulik lagi, menambahkan detail seperti “Gunakan data terbaru, sertakan dua perspektif berbeda, dan sajikan dalam tabel,” lalu mengevaluasi hasilnya. Mereka tak buru-buru, karena bagi mereka, proses pencarian itu sama berharganya dengan tujuan akhir.

Kekuatan ini terletak pada perhatian mereka terhadap nuansa. Orang khusyu cenderung peka—mereka tahu kapan prompt terlalu luas atau kurang fokus, dan mereka tak ragu memperbaikinya. Mereka juga sering punya ketahanan untuk menghadapi kegagalan awal, melihatnya sebagai undangan untuk memperdalam eksplorasi. bandingkan dengan yang tergesa—prompt mereka mungkin pendek, asal jadi, dan hasilnya pun seadanya.

Tapi, bukan berarti kekhusyukan adalah satu-satunya jalan menuju prompt tajam. Ini lebih seperti katalis yang memperkuat. Seseorang yang khusyu memang punya keunggulan alami untuk menggali lebih dalam, tapi ketajaman juga bisa diasah lewat latihan dan kesadaran, bahkan oleh mereka yang tak selalu tenang. Namun, tak bisa dipungkiri, kekhusyukan memberi dimensi istimewa—sebuah kedalaman yang membuat prompt tak hanya akurat, tapi juga bermakna. Jadi, dalam ketenangan hati dan pikiran, ketajaman prompt menemukan kekuatannya yang sejati!

Benang merah prompt

Mari kita tarik benang merah dari petualangan memahami ketajaman prompt ini, seperti seorang pelancong yang akhirnya sampai di puncak dan memandang panorama luas di hadapannya. Prompt engineering adalah seni menyusun perintah dengan jelas dan tepat, sebuah kunci untuk membuka potensi AI. Dalam perjalanan ini, kita telah melihat tiga elemen yang memengaruhi ketajaman prompt: pendidikan, karakter, dan kekhusyukan. Sekarang, saatnya menyimpulkan dan membayangkan pengaruh ketiganya dalam bentuk persentase—meski ini lebih sebagai gambaran intuitif ketimbang rumus pasti, karena ketajaman prompt sangat bergantung pada konteks dan individu.

Pendidikan, pertama-tama, ibarat fondasi yang memberi wawasan tambahan. Ini bukan syarat mutlak, tapi bisa memperkaya kemampuan seseorang. Orang dengan latar belakang bahasa mungkin lebih jeli pada kata-kata, sementara yang terlatih logika bisa menyusun prompt sistematis. Namun, ketajaman prompt lebih lahir dari praktik ketimbang buku pelajaran. Jadi, pengaruhnya mungkin sekitar 20%—bermanfaat, tapi bukan penentu utama.

Lalu ada karakter, lensa yang mewarnai cara seseorang mendekati AI. Orang teliti mungkin unggul dalam detail, yang kreatif bisa menghasilkan prompt inovatif, dan yang fleksibel mudah beradaptasi. Karakter membentuk gaya, tapi tak sepenuhnya menjamin hasil—latihan tetap diperlukan. Pengaruhnya sedikit lebih besar, katakanlah 30%, karena kepribadian memberi sentuhan unik pada proses, meski bukan segalanya.

Kekhusyukan, akhirnya, adalah kekuatan yang mendalam. Dalam ketenangan dan fokus, seseorang bisa menyelami kasus dengan penuh perhatian, tak tergesa, dan selalu haus eksplorasi. Ini membawa kesabaran untuk menyempurnakan prompt, kepekaan terhadap nuansa, dan ketahanan untuk mencoba lagi. Kekhusyukan seperti api yang menghidupkan potensi lain, membuatnya terasa dominan. Pengaruhnya bisa mencapai 50%, karena ia mengikat elemen lain jadi lebih bermakna—tanpa fokus, pendidikan dan karakter bisa sia-sia.

Jadi, secara imajiner, ketajaman prompt mungkin terdiri dari 20% pendidikan, 30% karakter, dan 50% kekhusyukan. Tapi, ini bukan angka kaku—bayangkan seperti resep masakan: takaran bisa berubah tergantung siapa yang memasak dan apa yang ingin dicapai. Kesimpulannya, ketiganya saling melengkapi, tapi kekhusyukan sering jadi perekat yang membuat prompt tak hanya tajam, tapi juga penuh jiwa. Dengan latihan dan kesadaran, siapa pun bisa mengasah ketajaman ini—dan di situlah keajaiban sejati prompt engineering bersemayam!

Pos terkait