OLEH : Afrianto.M.Si (Direktur CDC/Dosen Fakutas EKonomi UNANDA
PERLAMBATAN pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 secara nasional yang diprediksi akan tumbuh melambat dengan proyeksi pertumbuhan 2,3 % (scenario berat) dan proyeksi pertumbuhan 0,4 % (scenario sangat). Kondisi ini akan memberi efek domino pada berbagai aspek, mulai dari aspek ekonomi, keuangan, kesehatan dan social. Menurunnya kinerja ekonomi secara tajam disebabkan karena konsumsi terganggu dan investasi terhambat.
Pada sektor keuangan, votalitas dan gejolak yang dirasakan ketika sejak munculnya wabah ini seiring dengan turunnya investor convidence dan terjadinya fight quality. Beberapa kanal keuangan seperti menurunnya kinerja sektor riil, dimana NPL, profitabilitas dan solvabiliitas mengalami tekanan berat. Kondisi ini tentunya juga berdampak ke semua daerah, apa lagi jika rasio APBD pemerintah daerah masih didominasi oleh dana perimbangan dari pemerinta pusat.
Belum lagi belanja pegawai di atas 40 % dari total APBD, tentu akan semakin menyulitkan bagi pemerintah daerah melaksanakan pembangunan, penyesuaian anggaran oleh pemerintah daerah diharapkan dapat meminimalisir dampak.
Koreksi pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan peningkatan penganguran dan kemiskinan. Dengan skenari berat, TPT akan mengalami kenaikan sebesar 2,92 juta orang dan dengan scenario sangat berat akan bertambah pengangguran sebesar 5,23 juta orang (sumber; KEM PPKF).
Permasalahan pengangguran di kota palopo juga masih menjadi masalah serius, permasalahan yang kompleks karena mempengaruhi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi. Ditambah lagi dengan masalah pandemic covid 19 yang tidak hanya mempengaruhi kesehatan, tapi juga berdampak pada struktur ekonomi. Beberapa perusahaan – perusahaan pun terpaksa merumahkan dan melakukan PHK. Jika melihat grafik sepanjang tahun 2013 – 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) kota palopo masih berfluktuasi. Bahkan, di tahun 2015, TPT kota palopo pernah menyentuh level 12.07 %. Padahal di tahun –tahun sebelumnya, TPT kota palopo dari tahun 2009 (12,12%) terus mengalami penurunan sampai pada tahun 2014 dengan tingkat pengangguran sebesar 8,1 %. Selain itu, jika dibandingkan dengan TPT provinsi Sulawesi Selatan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan TPT kota palopo.
Mengurangi tingkat pengangguran memang bukanlah perkara mudah, karena banyak faktor pendukung yang harus diintegrasikan dalam bentuk kebijakan. Faktor- faktor ekonomi yang mempengaruhi besarnya tingkat pengangguran adalah tingkat inflasi, pasar tenaga kerja, Sumber daya dan pertumbuhan ekonomi secara sektoral. Tenaga kerja palopo yang didominasi perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel berdasarkan lapangan pekerjaan utama sangat rentan “jatuh” akibat pandemic covid 19.
Tenaga kerja pada perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel terus bertambah, jika dibandingkan tahun 2014, tenaga kerjanya sebesar 14.886 dan meningkat menjadi 22.264 pada tahun 2018. Hal ini sejalan dengan distribusi sektor perdagangan pada produksi barang dan jasa sebesar 24.41 %.
Namun, tenaga kerja pada sektor pertanian terus menurun, di tahun 2014 jumlah tenaga kerjanya sebesar 14.518 dan pada tahun 2018 menurun menjadi 8.242. Salah satu faktornya adalah menyempitnya lahan karena dikonversi menjadi lahan perumahan. Perubahan porsi pekerja di sektor pertanian dengan melihat diagram tersebut cenderung ke sektor jasa (perdaggangan).
Sementara itu, berdasarkan status pekerjaan utama, pekerja formil lebih besar dari pekerja informil dengan jumlah tenagga kerja formil sebesar 39.128 dan pekerja informil sebessar 27.096. Jika dilihat secara rinci, status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai paling besar dengan jumlah pekerja 35.178 pada tahun 2018.
Namun , tenaga kerja tanpa dibayar baik dari pekerja keluarga maupun berusaha dibantu buruh tidak tetap jumllahnya 10.767. Angka ini terbilang besar jika melihat total tenaga kerja sebesar 67.034 pada tahun 2018. Tenaga kerja tanpa dibayar menjadi masalah tersendiri karena biaya kebutuhan hidup menjadi beban kebutuhan rumah tangga, sementara dari sisi pendapatan, sangat terpengaruh disituasi terbatasnya aktivitas usaha.
Penurunan aktivitas pada sektor jasa, dipastikan akan menambah angka penggangguran di kota palopo dan tingkat kerentanan pekerja yangg masih tinggi. Strutktur tenaga kerja tidak bisa hanya dilihat dari bekerja, tapi juga soal pekerjaan yang layak. Kelayakan pekerjaan antara lain dapat dilihat dari: status pekerjaan, apakah dia sebagai buruh/karyawan yang cenderung mempunyai penghasilan tetap atau hanya sebagai pekerja bebas pertanian yang penghasilannya tidak menentu; Lapangan pekerjaan (sektoral), jenis pekerjaan (operator, ahli, kasar, dll), jumlah jam kerja, sektor informal, dan lain – lain. Olehnya, indikator ini TIDAK HANYA soal angka PENGANGGURAN TERBUKA.
Dengan situasi seperti ini, stimulus konsumsi dan stimulus usaha bagi pelaku usaha menjadi penting untuk meminimalisir dampak buruk dan aktivtas usaha tetap berjala, utamanya pelaku UMKM. Kita berarap bahwa pemerintah kota punya skema mitigasi dampak ekonomi dengan bentuk insentif perpajakan, bantuan subsidi upah bagi perusahaan dan cash transfer bagi UMKM dan bentuk kebijakan lainnya.
Dan palinng penting dalam usaha mendorong mitigasi ekonomi akibat dari dampak covid 19 adalah adanya desain respon kebijakan dengan melihat secara utuh dampak produksi dan konsumsi yang ada saat ini sehingga memnimalisir dampak penganguran dan kemiskinan. BERSAMBUNG…