Oleh: Muhammad Nursaleh
RITMEE.CO.ID- “Kematian memang terlampau sulit diurai. Datang menjemput begitu saja, menyentak dan terkadang kita merasa masih terlalu pagi. Kita pun terkadang merasa tuhan tidak adil”.
Saya menukil itu dari catatan Goenawan Mohammad saat kehilangan salah satu sahabat karibnya di ujung tahun, 2019. Mantan Wartawan Sinar Harapan. Namanya Tides. Kematian Tides membuat Goenawan terguncang.
Keguncangan yang sama dialami banyak orang saat mendengar kabar wafatnya Awhin Sanjaya, pembalap nasional asal Masamba, Luwu Utara. Kabar kematiannya menyulut ucapan bela sungkawa mewarnai banyak beranda. Kematian yang selalu datang tanpa logika yang bisa benar-benar diterima. Tak bisa ditawar, tak bisa dijelaskan dengan kalimat yang benar-benar menenangkan. Sebab kematian menyentuh bukan sekadar tubuh yang berhenti bernapas, tetapi makna, ikatan, dan pertanyaan yang tertinggal.
Minggu, 14 Desember 2025, di Zabaq National Circuit, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi
Tempat itu menjadi titik akhir Awhin meninggalkan jejak hidup sekaligus mula lahirnya sebuah monumen identitas abadi dari tiga digit angka yang selama ini menyertai perjalanan Awhin di lintasan balap.
Satu Sembilan Delapan
Kini, bukan sekadar deretan angka. Di lintasan terakhir yang sunyi, saat detik-detik aroma duka mulai tiba, sejak detik itu juga, sejatinya 198 lahir sebagai monumen identitas. Identitas dari seorang anak manusia yang hidup dalam tiga digit angka yang selalu diliputi doa. Doa istri tercinta, terlebih doa kedua orangtuanya. Para kerabat dan handai tolan. Seorang anak manusia yang melaju kencang menciptakan jejak-jejak keberanian, perjuangan hidup, mimpi-mimpinya hingga pada akhirnya lintasan Jambi menjadi batas akhir.
Semasa hidup di banyak lintasan, angka itu menempel di motornya, di helmnya, di dadanya. Bahkan menempel jauh di lubuk hatinya. Bukan sekadar nomor lomba, tetapi di baliknya ada keberanian yang tak pernah setengah-setengah. Setiap kali 198 melintas di lintasan, yang ikut melaju sebenarnya adalah mimpi, pengorbanan, dan keyakinan bahwa ia pantas berada di sana. (****)












