Petani Juga Tahu, Pertamax yang Jadi Juaranya

Seorang pertani mengisi sepeda motornya dengan Pertamax. (FOTO: IMAM DZULKIFLI/RITMEE)

Jarak kampung petani-petani itu cukup jauh dari kota. Tetapi mereka kini menggunakan BBM berkualitas.

***

Bacaan Lainnya

ISMAIL tidak berencana pergi jauh pagi itu. Dia hanya ingin ke sawahnya. Lelaki 31 tahun itu mengenakan baju kaus oblong lengan panjang, celana panjang longgar, sepatu lars hijau army, dan tidak menyemprot badan dengan parfum.

Ismail menarik santai gas sepeda motornya, sebuah Honda Supra Fit tua, untuk menghasilkan laju pelan. Baru seratusan meter, dia menginjak dalam-dalam pedal rem, tepat di sudut perlimaan jalan, kemudian membuka sadel.

“Pertamax, full tangki,” katanya kepada Wahyuni, petugas SPBU, yang ramah dan memakai masker kain biru navy.

Ismail seorang petani. Dia menanam padi dan mengisi waktu luang dengan mengurusi tanaman singkong namun relatif memiliki literasi yang baik soal bahan bakar minyak. Maunya Pertamax, tidak mau lagi pakai yang kualitas di bawahnya.

Iya, Ismail tak jauh beda dengan teman-temannya sesama petani. Mereka cukup lama mengisi tangki sepeda motor dengan Pertalite. Alasannya pun seragam, lebih murah, karena mendapat subsidi pemerintah, meski murah yang mereka maksud jatuh-jatuhnya mahal juga.

Namun sejak beberapa tahun terakhir, Ismail memutuskan hanya akan menggunakan Pertamax. Itu sekaligus menjadi hari pertama Ismail tahu, selama bertahun-tahun ia mengeluarkan terlalu banyak uang hanya untuk BBM.

Di SPBU itu, Pertamax, bahan bakar non-subsidi, dijual harga sama dengan di SPBU ibu kota kabupaten, yang jaraknya puluhan kilometer, juga masih lebih murah dibanding bensin yang selama ini dia beli di pengecer.

BBM yang dipakai Ismail yang petani, mulai hari itu juga sama persis dengan yang dipakai sebagian pemilik mobil keluaran terbaru di kota. Dan bahkan lebih baik dibanding mobil-mobil keluaran terbaru yang pengendaranya masih jamak terlihat antre di spot-spot pengisian Pertalite.

“Ternyata Pertamax itu murah, kalau belinya di tempat resmi,” ucap Ismail setelah menutup sadel sepeda motornya, dan mendorongnya pelan ke pinggir untuk memberi jalan pengendara lain mengisi BBM.

Kehadiran stasiun pengisian Pertamina hingga pelosok mendekatkan masyarakat desa dengan BBM berkualitas.

Siapa sangka petani di Moncongloe Bulu seperti Ismail yang selama ini hanya bisa mendengar soal keunggulan Pertamax, kini menggunakannya sehari-hari ke sawah atau mungkin ke pasar mengantar istri berbelanja bahan makanan.

Suryadi, petani dari Tompobulu, kecamatan yang bertetangga dengan Moncongloe, juga sudah tidak perlu jauh-jauh ke SPBU Daya, Kota Makassar, untuk mendapatkan Pertamax.

“Kalau saya, sebelum SPBU ini ada, sudah pakai Pertamax. Pernah coba-coba pakai Pertalite, tetapi merasa motor lebih stabil kalau diisi Pertamax,” tuturnya, juga di depan Wahyuni, petugas SPBU yang ramah dan memakai masker kain biru navy itu.

Suryadi baru saja pulang dari kota. Sebuah boks terikat tali rafia di boncengan sepeda motor matic-nya. Isinya seperangkat alat penyemprot pupuk atau racun hama. Supriadi yang lebih muda dua tahun dari Ismail, juga seorang petani.

“Sampai di rumah nanti saya mau langsung ke sawah,” akunya usai Wahyuni mengisikan Pertamax seharga Rp20 ribu. Cukup untuk bekal pulang ke kampung dan katanya, akan cukup untuk dua atau tiga hari ke depan.

Sebelum menyalakan kembali kendaraannya, Suryadi juga memperlihatkan literasi energinya cukup mumpuni. “Kita tidak bisa lagi tak menggunakan bahan bakar. Tetapi bisa mengurangi emisi dengan menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan,” timpalnya sembari memperbaiki ikatan barang bawaannya.

Tepis Isu

Pertamax sempat dalam kesulitan ketika muncul isu pengoplosan. Namun, PT Pertamina Patra Niaga, sebagai Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), menegaskan, tidak ada pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis itu.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari meyakinkan bahwa kualitas Pertamax sesuai spesifikasi yang ditetapkan pemerintah; RON 92.

“Produk yang masuk ke terminal BBM Pertamina merupakan produk jadi yang sesuai dengan RON masing-masing, Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax memiliki RON 92. Spesifikasi yang disalurkan ke masyarakat dari awal penerimaan produk di terminal Pertamina telah sesuai dengan ketentuan pemerintah,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.

Perlakuan yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat.

Selain itu, juga ada injeksi aditif, yang berfungsi untuk meningkatkan performa produk Pertamax.

“Jadi, bukan pengoplosan atau mengubah RON. Masyarakat tidak perlu khawatir dengan kualitas Pertamax,” jelas Heppy.

Pertamina Patra Niaga juga melakukan prosedur dan pengawasan yang ketat dalam melaksanakan kegiatan quality control (QC).

Distribusi BBM Pertamina, lanjutnya, juga diawasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Heppy menambahkan, Pertamina berkomitmen menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) untuk penyediaan produk yang dibutuhkan konsumen.

Ulah Oknum

Kejelasan kualitas kemudian juga datang dari gedung bundar, alias Kejaksaan RU.

Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengungkap memang ada tindakan mengoplos atau blending RON 88 (Premium) atau RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Namun, Burhanuddin menegaskan tindakan mengoplos BBM jenis Pertalite atau Premium dengan Pertamax ini tak dilakukan PT Pertamina. Melainkan dilakukan segelintir oknum yang sudah dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi Pertamina dan sudah ditahan.

Meski demikian Burhanuddin tetap membenarkan soal adanya pembelian dan pembayaran terhadap bahan bakar minyak (BBM) dengan spesifikasi RON 92, tapi yang datang produk dengan spesifikasi lebih rendah. Itu merupakan fakta hukum yang didapat penyidik.

Tetapi, Burhanuddin menegaskan tindakan para oknum ini tidak berkaitan dengan kebijakan PT Pertamina secara keseluruhan. Untuk itu Jaksa Agung meminta masyarakat bisa memahami fakta-fakta hukum yang ada terkait kasus korupsi Pertamina ini. Agar nantinya tidak muncul informasi yang simpang siur di tengah masyarakat.

Direktur Utama PT Pertamina Persero, Simon Aloysius Mantiri pun angkat suara. Menurut dia, pihaknya tengah melakukan introspeksi atau perbaikan diri usai adanya kasus korupsi impor minyak mentah produk BBM jenis Pertamax. Kata dia, introspeksi diri itu perlu dilakukan agar tata kelola yang dilakukan perusahaan bisa menjadi lebih baik ke depan.

“Momentum ini juga menjadi momentum bagi kami untuk terus semakin introspeksi diri dan tentunya melihat apabila ada area atau celah, untuk kemudian kita semakin meningkatkan tata kelola perusahaan agar jauh lebih baik ke depan,” kata Simon saat jumpa pers dengan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis, 6 Maret 2025.

Meski begitu, pihaknya kata Simon, sangat menghormati proses hukum yang sedang ditangani oleh penyidik Kejaksaan Agung RI.

Kata dia ke depan, PT Pertamina akan melaksanakan kegiatan operasional perusahaan dengan transparan.

Salah satunya, Simon telah memberikan kontak call center 135 untuk pengguna atau masyarakat yang mengeluhkan layanan Pertamina.

Terkuat dengan kualitas BBM yang saat ini beredar di seluruh SPBU Pertamina, Simon menyatakan, pihaknya telah melakukan uji rutin setiap tahun bekerja sama Lemigas.

Hasilnya menunjukkan, kualitas produk BBM Pertamina sudah sesuai standar spesifikasi teknis yang dipersyaratkan oleh Ditjen Migas Kementerian ESDM.

“Bukan hanya karena ada kejadian ini, tapi ini sudah adalah suatu kegiatan rutin yang dilakukan oleh Lemigas kepada badan usaha hilir termasuk salah satunya adalah Pertamina,” kata dia. (imam dzulkifli)





Pos terkait