MAKASSAR — Laporan ke Kejaksaan Negeri Palopo atas dugaan adanya indikasi kerugian negara akibat 3 Komisioner KPU Palopo yang tidak profesional, belum ada perkembangan lebih lanjut.
Dengan hal ini, Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi pun mendorong pihak Kejaksaan memeriksa semua saksi yang terlibat dalam indikasi kerugian negara ini.
Peneliti ACC Sulawesi, Anggareksa menyampaikan bahwa seharusnya 3 orang Komisioner KPU yang telah dipecat adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas dugaan ini.
“Iya, karena mereka meloloskan calon yang TMS. Seandainya calon tersebut tetap TMS, maka tidak akan ada PSU,” katanya kepada Harian Disway Sulsel, Selasa 18 Maret 2025.
Kendati dengan belum adanya perkembangan atas kasus ini, Angga mengatakan kemungkinan proses penyelidikan baru akan dilanjutkan pasca PSU Palopo nanti.
“Mungkin Kejari menunggu setelah PSU baru melakukan pemeriksaan, biar tidak terganggu tahapannya,” ucapnya.
Terpisah, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menegaskan telah menindaklanjuti laporan terkait indikasi kerugian negara di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palopo.
Hal itu disampaikan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi. Dia mengatakan bahwa Kejaksaan Negeri Kota Palopo saat ini tengah memproses laporan tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Laporan sudah diterima dan sementara ditelaah pihak Kejari Palopo,” kata Soetarmi dalam keterangannya, Selasa, 18 Maret 2025.
Diketahui, tiga komisioner KPU Palopo yang dipecat Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI kembali dilapor ke Kejaksaan Negeri Palopo, awal Maret lalu.
Mereka eks ketua KPU Palopo, Irwandi Djumadin beserta dua rekannya, Abbas dan Muhatzir. Ketiganya dilaporkan karena dianggap telah menyebabkan indikasi kerugian negara.
Pasalnya, ketiganya dianggap dengan sengaja meloloskan Trisal Tahir, untuk ikut bertarung di Pilkada Polopo. Padahal sejak awal, syarat Trisal Tahir sudah cacat administrasi.
Akibat ketidakprofesionalan atau kelalaian penyelenggara Pemilu, Pilkada Palopo harus dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Padahal telah menggelontorkan biaya sekitar Rp22 miliar lebih.
Sulaiman selaku pelapor menjelaskan, tindakan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Kota Palopo menjadi cikal bakal munculnya kerugian Negara. Hal itu juga diperkuat hasil putusan DKPP dan Mahkamah Konstitusi.
“Bahwa dana yang digunakan oleh KPU Kota Palopo untuk menyelenggarakan pilkada kurang lebih Rp22 miliar. Atas dugaan kelalaian penyelenggara, Pemkot Palopo harus kembali mengeluarkan uang PSU,” tandasnya. (*)