Penjelasan Pasal yang Diduga Dilanggar Ome di PSU Pilkada Palopo dan Kasus Serupa

Surat rekomendasi Bawaslu ke KPU Palopo.

PALOPO — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Palopo mengeluarkan surat pemberitahuan tentang status laporan dengan nomor 01/PL/PW/Kota/27.03/III/2025 yang dilaporkan oleh warga Palopo, Reski Adi Putra beberapa waktu yang lalu terhadap calon wakil walikota nomor urut 4, Akhmad Syarifuddin alias Ome.

Ome saat ini berpasangan dengan Naili di Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Palopo yang akan digelar Mei mendatang. Bawaslu mengeluarkan surat pengumuman perihal pelanggaran administrasi pemilihan terkait pencalonan Wakil Walikota Palopo, Akhmad Syarifuddin.

Bacaan Lainnya

Bawaslu dalam suratnya menyebut Ome diduga melanggar beberapa aturan yang diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 dan PKPU nomor 8 tahun 2024. Bawaslu mengambil langkah tersebut setelah melakukan serangkaian pemeriksaan baik terhadap pelapor, Reski maupun terlapor Ome. Termasuk sejumlah bukti dokumen yang dimasukkan oleh pelapor.

” Rekomnya adalah meminta kepada KPU untuk menindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ketua Bawaslu Palopo, Khaerana saat dihubungi wartawan WhatsApp, Senin (01/04/2025).

Hasil kajian Bawaslu menyebutkan Ome diduga melanggar pasal 7 ayat 2, huruf G undang-undang 10 tahun 2016 dan pasal 14 ayat 2 huruf f, pasal 20 ayat 2 point B PKPU nomor 8 tahun 2024 perihal pelanggaran administrasi.

Diketahui, Ome dilaporkan atas dugaan tidak jujur mengungkapkan statusnya sebagai mantan terpidana dalam pencalonannya. Ia pernah menjalani proses hukum dan divonis bersalah dalam kasus ujaran kebencian pada 2018 lalu, saat dirinya turut serta dalam pemilihan Wali Kota Palopo. Ome saat itu divonis 4 bulan dengan denda Rp1 juta subsider 1 bulan penjara, dengan hukuman percobaan 6 bulan.

PENJELASAN ATURAN YANG DIDUGA DILANGGAR OME DI PSU PILKADA PALOPO

1. Undan-undang RI nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati dan walikota.

Adapun bunyi pasal 7 ayat 2, huruf G yang dimaksud diduga dilanggar Ome ialah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

2. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota.

Adapun bunyi pasal 14 ayat 2 huruf f ialah tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum.

Serta bunyi pasal 20 ayat 2 point B, tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana dari pemimpin redaksi media massa lokal atau nasional dengan disertai buktinya, sebagai bukti pemenuhan syarat calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf f.

KASUS SERUPA

Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Ome bukanlah kejadian biasa, kasus serupa pernah terjadi di pilkada sebelumnya. Pada pilkada 2024 lalu misalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi sebanyak tiga calon kepala daerah yang terbukti tidak jujur dalam mengumumkan statusnya pernah di pidana.

Calon wakil bupati Pasaman, Sumatera Barat, peraih suara tertinggi, Anggit Kurniawan Nasution, diskualifikasi karena terbukti tidak jujur mengenai statusnya sebagai mantan terpidana. Anggit ternyata pernah divonis pidana 2 bulan 24 hari dalam kasus tindak pidana penipuan.

Berdasarkan putusan MK terdahulu, mantan terpidana yang melakukan tindak pidana yang ancamannya di bawah lima tahun tidak perlu menunggu masa jeda untuk dapat mendaftarkan dalam pilkada. Namun, yang bersangkutan tetap wajib terbuka dan jujur mengumumkan latar belakangnya.

Menurut Mahkamah, Anggit sejatinya sejak awal sudah bisa menyampaikan kepada KPU Kabupaten Pasaman mengenai status mantan terpidana. Namun, Anggit dinilai lebih memilih menyembunyikan fakta tersebut. Oleh sebab itu, Anggit didiskualifikasi dan pilkada dinyatakan diulang.

Sementara itu, calon wakil gubernur Papua peraih suara tertinggi, Yermias Bisai, didiskualifikasi akibat ketidakjujuran mengenai alamat domisili dalam penerbitan surat keterangan tidak pernah terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya.

Surat keterangan tidak sedang dicabut hak pilih dan tidak pernah sebagai terpidana atas nama Yermias Bisai diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Jayapura. Namun, di persidangan sebelumnya, Yermias mengaku tidak mengetahui dan tidak tinggal di Kota Jayapura.

Padahal, surat keterangan tidak pernah berstatus sebagai terpidana dan tidak sedang dicabut hak pilihnya harus diterbitkan oleh pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.

MK juga memerintahkan PSU di Kabupaten Boven Digoel, Papua. Calon Bupati Petrus Ricolombus Omba di diskualifikasi karena tidak menyatakan pernah dipenjara. (*)

Pos terkait