JAKARTA – Nama Rohadi mendadak tenar karena terseret dalam korupsi putusan pedangdut Saipul Jamil. Dia bahkan telah divonis tujuh tahun penjara atas kasus tersebut.
Dilansir ritmee.co.id dari Detikcom, saat ini KPK masih terus menelusuri kasus pencucian uang Rohadi, juga ke siapa saja larinya uang Rohadi. Sebab, status Rohadi sebagai PNS dengan gaji Rp 8 juta, cukup dipertanyakan lantaran dia memiliki 19 mobil dan rumah mewah.
Pada 1990-1993, Rohadi merupakan pegawai pengadilan yang tinggal di rumah petak di Rawa Bebek, Bekasi. Ia kadang nebeng temannya naik sepeda motor berangkat kerja.
Perlahan, hidupnya berubah saat mulai mengurus perkara di pengadilan. Rohadi kemudian membeli rumah di Harapan Baru Regency, Bekasi. Tapi, seiring berjalannya waktu, kehidupannya berubah menjadi konglomerat.
Ia membeli rumah di The Royal Residence, Pulogebang, Jakarta Timur. Rumah pertamanya berada di Jalan Royal Boulevard Blok D3 No 8 dengan atap kanopi dari kayu. Rumah tersebut memiliki cat warna putih dengan pilar besar menopang lantai dua. Selain itu, rumah tersebut memiliki saung di halaman depannya.
Tak sembarang orang bisa masuk ke kawasan perumahan elite dengan sistem one gate security itu. Selain penghuni perumahan, identitas tamu yang akan masuk ke dalam perumahan dengan arsitektur klasik beriklim tropis tersebut akan diperiksa satpam.
Selain di Blok D, Rohadi diketahui memiliki rumah lainnya. Rumah tersebut masih berada di ruang lingkup The Royal Residence. Rumah keduanya sering dihuni ibunya. Kini rumah itu disita KPK.
Keganjilan juga terasa bila Rohadi pulang kampung ke Indramayu. Rohadi mendapat pengawalan aparat. Kekayaan Rohadi tersebut membuat namanya menjadi kesohor di Indramayu, khususnya warga Cikedung. Apalagi setiap pulang kampung Rohadi selalu mendapat pengawalan aparat menggunakan voorijder.
Di rumahnya di The Royal Residence, sedikitnya selalu ada empat mobil mewah yang terparkir di garasi. Harganya di atas Rp 500 juta per unit. Namun mobil-mobil itu hilang seiring dirinya ditangkap KPK. Terungkap belakangan total ia memiliki 19 mobil. Mobil-mobil itu telah disita KPK. Para dealer sudah dimintai keterangan oleh KPK soal pembelian mobil itu.
Bukan hanya itu, dii kampung halamannya, Cikedung, Indramayu, Rohadi juga membangun rumah sakit. RS itu diresmikan oleh Bupati Indramayu. Di belakang RS itu, dibangun proyek real estate dan waterpark. Semua aset itu kini juga telah disita KPK. Ia memiliki 19 mobil, rumah sakit, 3 rumah, proyek real estate dan waterpark hingga kapal penangkap ikan. Padahal ia hanyalah panitera pengganti (PP) dengan gaji Rp 8 jutaan per bulan.
KPK kini kembali mengusut Rohadi dengan kasus pencucian uang. KPK tidak percaya seorang PNS dengan gaji terakhir Rp 8 juta bisa bak konglomerat. Rohadi malah senang karena ia siap buka-bukaan, termasuk kasus suap di sidang pencabulan Saipul Jamil.
Rohadi mengaku diminta berbohong oleh Karel Tuppu agar tidak membawa nama-nama hakim dalam kasus Saiful Jamil. Dia mengaku menyesal mengikuti instruksi Karel Tuppu tersebut.
“Disuruh berbohong saya itu dan dia kan pernah menghubungi istrinya, agar istrinya nemui hakim Ita Sudewi. Nah otomatis kalau suapnya sampai ke hakim, maka akan kebawa, makanya dia pinter hanya cukup sampai saya dan saya menyesal dan minta maaf ke KPK,” kata Rohadi pada September 2019.
KPK terakhir memeriksa panitera PN Jaktim Rina Pertiwi pada Kamis (6/2). Sebelumnya, Rina diperiksa KPK pada 2016. Kala itu, Rina diperiksa untuk kasus pertama Rohadi terkait korupsi suap Saipul Jamil.
Rohadi kini mendekam di LP Sukamiskin. Tapi ia tak mau mendekam sendirian. Ia menyebut sejumlah hakim terlibat di balik dagang putusan Saiful Jamil. Hal itu diuraikan dengan gamblang oleh Rohadi lewat e-book yang dibuatnya dengan judul ‘Menguat Praktek Mafia Hukum di Balik Vonis (Kasus Pedangdut Saipul Jami). Catatan Kecil Rohadi dari LP Sukamiskin’.
“Cerita tentang adanya praktik mafia hukum di pengadilan di Indonesia adalah bukan hal baru. Namun seperti apa bentuknya, bagaimana modus detailnya, belum pernah ada catatan tertulis yang menceritakannya. Kalaupun ada, mungkin hanya satu-dua catatan saja,” kata Rohadi mengawali tulisannya. (*)