PELAKSANAAN Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2020 tersisa beberapa bulan lagi. Khusus di Sulawesi Barat, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati yang dijadwalkan berlangsung pada tanggal 23 September 2020 akan dilaksanakan di empat kabupaten, masing-masing Kabupaten Majene, Mamuju, Mamuju Tengah, dan Pasangkayu.
Salah satu yang menjadi tantangan dalam menghadapi pemilihan tersebut, adalah maraknya praktik politik uang (money politics) dan penyebaran hoaks.
Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Awal Tahun menyambut pelaksanaan Pemilihan kepala daerah serentak 2020 yang dilaksanakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulawesi Barat dengan tajuk “Konsolidasi Masyarakat Sipil dalam Menyongsong Pilkada 2020”, Sabtu (25/1/2020) sore.
Tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Anggota Bawaslu Sulbar, Fitrinela Patonangi, Koordinator JPPR Sulawesi Barat Firdaus Abdullah,. Anggota KPU Majene Munawir Ridwan, Anggota KPU Polman Andi Rannu, dan Ketua JADI Polman Achmadi Touwe.
Kegiatan ini diikuti peserta dari kalangan masyarakat, organisasi kemahasiswaan IMM, HMI, KAMMI, IPM, GMNI, dan juga perwakilan PERTUNI Sulbar.
Koordinator JPPR Sulbar Firdaus Abdullah dalam diskusi tersebut mengungkapkan, praktek politik uang dan penyebaran hoaks yang telah terjadi di Pemilu 2019 lalu, dikhawatirkan kembali akan terjadi serta jauh lebih mengganas di Pilkada 2020 kali ini. Dan hal itu jelas akan mencederai demokrasi.
“Selanjutnya catatan kami proyeksi ke depan, adalah jauh lebih mengganas dan jauh lebih membahayakan, yang bisa membunuh proses demokratisasi, adalah money politics dan hoax. Hasil pantauan kami di 2019, praktek money politics itu sangat luar biasa (terjadi) di masa tenang,” kata Firdaus.
Untuk itu, pihaknya mengajak masyarakat dan seluruh stakeholders yang ada dapat memantau dan mengawasi dengan baik jalannya seluruh tahapan di Pilkada 2020 mendatang.
Anggota KPU Majene Munawir Ridwan dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, Kabupaten Majene menjadi salah satu kabupaten yang menggelar Pilkada di tahun ini. Dan saat ini, tahapan pilkada tersebut sedang berjalan, salah satunya tahapan perekrutan Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang telah memasuki tahapan seleksi dan verifikasi administrasi.
“Kami berharap, bukan hanya Bawaslu, bukan hanya LSM, tetapi juga teman-teman mahasiswa, bahkan bisa mengajak masyarakat umum, untuk melihat semua proses yang ada di KPU. Karena kami sampaikan, kami tidak alergi dengan semua itu, malah kami butuh itu. Kami sangat butuh dengan masukan dari masyarakat,” katanya.
Anggota KPU Polman Andi Rannu dalam kesempatan tersebut mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan JPPR Sulbar dalam menyongsong Pilkada 2020 mendatang.
Meski Polman tidak menjadi salah satu kabupaten yang melaksanakan pilkada kali ini, namun seri diskusi JPPR Sulbar yang diawali dari Polewali tersebut menjadi ruang bagi seluruh pihak dan masyarakat secara luas untuk menjadi bagian yang terus mendorong partisipasi di pemilu dan pemilihan agar senantiasa dapat berjalan dengan baik.
“Konsolidasi masyarakat sipil sebagaimana tajuk kegiatan yang dipilih memang penting, mengingat peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan, terutama di Pilkada 2020 mendatang tentu sangat berarti. Kita juga senantiasa berharap, dari pemilu ke pemilu, dari pilkada ke pilkada selanjutnya, angka partispasi pemilih dapat terus meningkat. Praktik demokrasi langsung kita diharapkan juga akan semakin baik,” harapnya.
Anggota Bawaslu Sulbar Fitrinela Patonangi yang tampil sebagai pembicara akhir menegaskan peran serta seluruh pihak memang sangat menentukan kualitas demokrasi.
“Kualitas demokrasi bukan hanya pada penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu,” ujarnya.
Ia menambahkan, berdasarkan tipologi pelanggaran Pemilu dan Pilkada di wilayah Sulawesi Barat, masih terjadi pada persoalan pelibatan Aparatur Sipil Negara dan netralitas Penyelenggara.
“Kalau melihat tipologi pelanggaran pemilu dan pilkada secara umum, bahkan untuk konteks Sulawesi Barat itu masih pada tataran pemilihan dan pelibatan Aparatur Sipil Negara, itu yang pertama. Yang kedua persoalan netralitas penyelenggara,” kata Fitrinela.
Terkait proyeksi JPPR terhadap potensi pelanggaran di Pilkada 2020, Fitrinela menyatakan pihaknya telah mengantisipasi hal tersebut. “Di tahapan pencalonan nanti itukan ada namanya sengketa. Siapa yang akan memproses itu, lembaga Pengawas Pemilu. Kalo tadi dikuatirkan akan melahirkan rekomendasi yang terbelikan, itu yang sudah kami antispasi sejak awal. Dan kami pastikan bahwa penyelenggara pemilu di Sulbar bisa menjaga marwah integritas penyelenggara Pemilu 2020,” tandasnya.
Ketua Presidium JADI Polman Achmadi Touwe menambahkan, setidaknya ada lima alasan mengapa pilkada langsung diselenggarakan. “Pertama memutus mata rantai oligarkhi, kedua meningkatkan kualitas dan kedaulatan partispasi masyarakat, ketiga diharapkan mewadahi proses seleksi kepemimpinan, keempat meminimalisir politik uang, dan kelima bagian dari kualitas legitimasi pemimpin daerah selama lima tahun ke depan,” kuncinya. (rls)