PALEMBANG – Nama Ketua KPK, Firli Bahuri terseret dalam kasus suap terhadap terdakwa Bupati Muara Enim nonaktif, Ahmad Yani. Firli disebut-sebut mendapatkan sejumlah alokasi dana.
Dilansir ritmee.co.id dari Detikcom, sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (7/1/2019). Dilansir dari Antara, proses penyadapan terungkap bahwa terdakwa penyuap yakni Elvyn MZ Muchtar, akan memberikan sejumlah uang kepada Firli Bahuri semasa menjabat Kapolda Sumsel.
Kuasa Hukum terdakwa Ahmad Yani, Maqdir Ismail bahwa tudingan itu tidak bisa dibuktikan hanya dari penyadapan.
“BAP hanya menerangkan percakapan antara Elvyn dan kontraktor Robi bahwa Elvyn akan memberikan sejumlah uang ke Firli Bahuri, sementara Firli tidak pernah dimintai konfirmasi apakah benar dia menerima uang atau tidak,” ujar Maqdir Ismail.
Dalam sidang kedua dengan agenda membacakan eksepsi tersebut, Maqdir menegaskan bahwa Ahmad Yani tidak berniat meminta commitment fee sebesar Rp 22 miliar dari kontraktor Robi Pahlevi yang juga berstatus terdakwa.
Komitmen fee tersebut merupakan inisiatif Elvyn yang mengatur jalannya 16 paket proyek senilai Rp132 miliar, termasuk upaya memberikan USD 35 ribu kepada Firli Bahuri yang saat itu menjabat Kapolda Sumsel.
Maqdir menjelaskan, Elvyn memanfaatkan silaturahmi antara Firli Bahuri dan Ahmad Yani pada Agustus 2019 untuk memberikan uang senilai USD 35 ribu. Uang tersebut dimintakannya dari terdakwa Robi, yang saat itu berhasrat mendapatkan 16 paket proyek jalan.
Elvyn lantas menghubungi keponakan Firli Bahuri yakni Erlan, Elvyn memberi tahu bahwa ia ingin mengirimkan sejumlah uang kepada Firli Bahuri.
“Tetapi kemudian dijawab oleh Erlan, ‘ya, nanti diberi tahu, tapi biasanya bapak tidak mau’,” kata Maqdir.
Percakapan itu ternyata disadap oleh KPK. Namun Maqdir mengkritisi, mengapa KPK justru tidak memberitahu kepada Kapolri mengenai informasi Kapolda Sumsel akan diberi sejumlah uang oleh seseorang.
“Sepatutnya upaya pemberian uang itu diketahui Kapolri, kan sudah ada kerja sama supervisi antara KPK dan Polri, meski demikian tidak juga terbukti bahwa Kapolda menerima uang itu,” tutur Maqdir.
Selain menyebut dakwaan tidak tepat, Maqdir menuding BAP dan dakwaan terhadap Ahmad Yani juga bermaksud menjatuhkan citra Firli Bahuri yang pada saat itu ikut kontestasi Ketua KPK.
“Dari majalah Tempo bisa dilihat bahwa ada upaya menjegal pak Firli agar tidak jadi Ketua KPK, harusnya mereka (eks komisioner KPK) legowo Pak Firli jadi Ketua KPK, bukan malah dibusukkan,” jelas Maqdir.
Mendengar eksepsi tersebut, JPU KPK, Roy Riadi, mengaku terkejut karena pertemuan-pertemuan tersebut tidak pernah terungkap, kecuali bukti percakapan antara Robi dan Elvyn.
“Sejujurnya kami baru tahu ada pertemuan itu, tapi itu kan pengakuan Elvyn yang diceritakan penasihat hukum Ahmad Yani,” kata Roy.
Terkait penyadapan yang dimaksudkan penasihat hukum Ahmad Yani agar KPK seharusnya memberi tahu Kapolri terkait upaya pemberian uang dari Elvyn, Roy menyebut itu bagian dari penyelidikan.
“Pak Kapolda (Firli) juga saya rasa tidak minta uang, karena bisa jadi yang diberi uang itu tidak tahu bahwa mereka akan diberi uang, kalau dari keterangan si pemberi uang ya sah-sah saja,” kata Roy.
Ketika dimintai konfirmasi oleh wartawan mengenai persidangan yang menyeret namanya ini, Firli menyanggah mentah-mentah tuduhan yang dialamatkan kepadanya.
“Saya tidak pernah menerima apapun dari siapa pun. Saya pasti tolak. Keluarga saya juga pasti menolak,” tutur Firli kepada wartawan. (*)