Laporan : Chaliq Mughni
Matahari tepat di atas kepala. Menandakan pukul 12.00 Waktu Indonesia Tengah. Bocah sembilan tahun meninggalkan rekan dan tempat bermainnya.
Tak lupa dia mengajak serta sang adik yang masih berusia enam tahun. Dengan langkah gontai, kedua bocah tersebut menuju kediamannya di Kelurahan Luminda, Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel).
Dia adalah Arveli Rasyid dan adiknya, Fatma Rasyid. Keduanya ialah siswa Rumah Belajar Victory binaan Bhabinkamtibmas Kelurahan Luminda, Aipda Jacky Galela dan sang istri, Hermina Sampe.
Sesampainya di rumah, mereka bergantian membersihkan diri. Tak lupa juga membersihkan istana kecilnya.
Dalam rumah yang sangat sederhana itu mereka tinggal dengan sang ibu, bersama dua orang saudaranya.
Ayah dan ibunya sudah lama pisah. Jadi sang bundalah yang harus banting tulang menafkahi keluarga.
Badrah, ibu Arveli dan Fatma bekerja serabutan. Wanita 41 tahun tersebut, membantu tetangganya yang butuh jasa cuci piring, pakaian dan pekerjaan rumah lainnya.
Siang itu, Badrah belum sampai di rumah. Dia masih sibuk membantu tetangganya yang akan mengadakan hajatan.
Meski begitu, santap siang sudah terhidang di meja makan. Usai membersihkan diri dan rumah, Arveli dan Fatma menyantap sajian yang sang ibu masak untuk mereka.
Sangat sederhana menu siang itu. Nasi putih dengan lauk telur dadar. Telurnya pun harus mereka bagi dua. Hanya itu rezeki untuk dua bocah tersebut.
Namun, hal itu tak jadi permasalahan bagi keduanya. Sudah biasa. Bahkan mereka santap dengan lahap.
Sebelum makan, tak lupa keduanya berdoa kepada pemilik kehidupan. Walau hidup sangat sederhana, kedua bocah itu tetap bersyukur.
Tak ada kata mengeluh apalagi marah karena kehidupannya yang sangat pas-pasan bahkan menjurus kekurangan.
Didikan Badrahlah yang membuat Arveli dan Fatma menjadi anak yang pandai bersyukur.
Usai menyantap makanan yang disajikan, mereka lalu bergegas ke Rumah Belajar Victory yang tak jauh dari rumahnya.
Disana telah ada beberapa rekannya yang telah lebih dulu datang. Mereka ingin belajar seperti teman-temannya yang lebih beruntung mengenyam pendidikan di bangku sekolah.
Rumah Belajar Victory sendiri dirintis Aipda Jacky lantaran resah banyaknya anak putus sekolah di daerah binaannya.
Keresahan sang abdi negara makin bertambah sebab banyaknya warung tuak dibuka.
Hal ini membuatnya berpikir keras agar anak-anak putus sekolah dapat tetap mendapatkan pendidikan, dan warung tuak tidak menggangu psikologis anak.
Akhirnya, Aipda Jacky mendapatkan ide untuk menyulap warung ballo jadi rumah belajar.
Ide itupun diutarakan kepada sang istri dan mendapat respon positif. Bahkan istri tercinta membantunya untuk mengajar anak-anak di Rumah Belajar.
Dengan niat yang tulus, serta dukungan dari atasan dan keluarga, Bang Jack, sapaan akrab Aipda Jacky Galela lalu mengubah salah satu warung ballo menjadi rumah belajar.
Dia lalu memberi nama rumah belajar itu dengan nama Victory. Bukan tanpa alasan. Bang Jack ingin murid-muridnya menjadi pemenang dalam hal meraih masa depan.
Sungguh mulia. Sangat mulia. Bahkan di zaman sekarang ini sangat sedikit seorang abdi negara yang masih mau berpikir untuk masa depan anak-anak.
Tak terlalu lama menunggu, Bang Jack bersama istri tiba di Rumah Belajar Victory. Mereka disambut 30an siswa dengan senyum bahagia.
Tidak terkecuali Arveli dan Fatma. Kedua bocah itu sangat senang menyambut Bang Jack. Keduanya bahkan melihat Bhabinkamtibmas itu sebagai jelmaan malaikat.
Bang Jack serta sang istri dibantu beberapa tenaga pengajar lalu membuka kelas. Tanpa rasa lelah, mereka mengajar anak-anak itu dengan sabar.
Diselingi canda, Bang Jack tampak bahagia mengajar anak-anak tersebut. Mungkin, jika tak jadi polisi, saat ini Jacky berprofesi sebagai guru.
Usai mengajar, mantan anggota Satintelkam Polres Palopo itu berkisah awal-awal dirinya ditempatkan di Kelurahan Luminda sebagai Bhabinkamtibmas.
Dirinya sempat pusing lantaran daerah tersebut banyak warung tuak yang oleh penduduk sekitar menyebutnya ballo.
Bukan tanpa alasan, Kelurahan Luminda terkenal dengan banyaknya warung ballo di Palopo.
Dia bahkan sempat dirawat di RS lantaran seringnya terjadi gangguan di daerah tersebut. Beberapa kali Bang Jack juga meminta pindah sebagai Bhabinkamtibmas Kelurahan Luminda.
Namun, atasan tak mengamini. Bang Jack kemudian mencoba ikhlas dan bekerja sebaik mungkin untuk Kelurahan Luminda.
“Ini mungkin sudah jalan yang terbaik, hadir di tengah lingkungan keras untuk membawa perubahan step by step,” jelas Bang Jack.
Dia lalu mencoba beragam hal agar Kelurahan Luminda menjadi lebih baik. Salah satunya ialah dengan Rumah Belajar Victory.
“Ini jadi tanggung jawab besar, tapi akan jadi investasi akhirat,” katanya.
Setelah berjalannya Rumah Belajar Victory, banyak dukungan yang datang kepada Aipda Jacky.
Dia lalu mencari tempat yang lebih ramah untuk anak. Sang abdi negara lalu menyewa tempat yang lebih representatif untuk belajar anak.
“Ini masih kita sewa, tapi puji tuhan antusias anak-anak cukup bagus dan mendapat support dari orang tua mereka,” ujarnya.
Walau proses belajar mengajar sore itu sudah selesai, namun Arveli dan teman-temannya belum beranjak pulang.
Mereka masih membaca beberapa buku yang ada dalam Rumah Belajar.
Salah seorang rekan Arveli bertanya padanya ingin jadi apa jika sudah besar. Dengan mantap Arveli menjawab polisi.
“Mau ka jadi polisi baik seperti Pak Jacky,” jawab Arveli polos. Hal ini membuat mata Bang Jack berkaca-kaca.
Dia sekuat tenaga menahan agar air mata harunya agar tak tumpah di depan anak-anak.
Meski bukan darah dagingnya, Bang Jack sangat menyanyangi murid-muridnya.
“Tahun ajaran baru ini, Arveli akan kami masukkan ke SDN 26 Patene. Kami sudah mengurus Akte Kelahirannya sebagai persyaratan masuk SD,” pungkas Bang Jack.
Dalam batin Bang Jack berharap, anak-anak Rumah Belajar Victory dapat tumbuh dengan masa depan cerah.
Meski tinggal di lingkungan yang tak ramah anak, dia tetap berusaha agar muridnya tak terpengaruh lingkungan buruk.
Cita – cita mulia untuk seorang bintara polri.
Di saat mereka tak diperhatikan yang punya gawai,
Bang Jacky hadir memberikan solusi.
Tak hanya solusi, abdi negara itu juga memberi bukti.
Bukan seperti mereka yang hanya duduk, diam dan menunggu upeti.
Apa yang dilakukan Jacky harusnya jadi tamparan bagi pemimpin negeri.
Bagaimana mungkin, seorang bintara polri lebih bisa melakukan hal mulia dibanding mereka kaum berdasi. (*)