KUTIM – Industri turunan kelapa sawit sedang berkembang di Kutai Timur (Kutim). Banyak pengusaha yang ingin membangun industri tersebut di Kutim.
Hanya saja, pembangunan industri turunan kelapa sawit haruslah mengedepankan dampak lingkungan. Apalagi, pembukaan kebun kelapa sawit pasti akan memperkecil luas hutan.
Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman menyadari hal tersebut. Dia mengatakan menjaga hutan Kalimantan adalah hal wajib dilakukan.
“Kita bersyukur memiliki wilayah yang luas. Meskipun, yang luas itu ternyata masih juga banyak bersinggungan dengan hutan yang masih dikuasai oleh kawasan kehutanan. Pemerintah sampai saat ini masih terus melakukan komunikasi koordinasi agar beberapa wilayah hutan bisa dieksplor dan sekarang kita juga terus melakukan itu,” kata Ardiansyah Sulaiman saat menghadiri pelantikan forum petani kelapa sawit (FPKS) Kutim, Sabtu (22/6/2024).
“Tapi kita juga tidak. Menginginkan hutan kita hilang. Karena justru sekarang dunia ini hanya 2 harapannya. Yaitu hutan amazon dan hutan Kalimantan. Jadi ini bahan terbesar untuk memberikan oksigen di dunia sekali lagi hutan amazon dan hutan di Kalimantan. Ini saya dengar sendiri pada saat saya menghadiri kegiatan di Mesir. Saya duduk berdampingan dengan salah satu direktur dari World Bank,” sambungnya.
Bukan hanya itu, permasalahan lain mengenai Kelapa Sawit timbul di Kutai Timur. Dua Kecamatan di Kutim, yakni Muara Wahau dan Rantau Pulung sering terjadi pencurian TBS.
“Hari ini saya titip pesan kepada forum petani kelapa sawit, semoga segera bergandengan tangan dengan Gabungan pengusaha kelapa sawit (Gapki). Persoalan ini terjadi karena ada dualisme aturan di Indonesia, satu aturan tentang kelapa sawit ini dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Satu aturan dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian. Kedua aturan ini sangat bertentangan,” ungkapnya.
Aturan yang dimaksud Ardiansyah adalah membangun pabrik CPO. Pada aturan Kementerian Perindustrian, pabrik tidak dapat berdiri apabila tidak ada kebun. Sementara, pada aturan Kementerian Pertanian para petani boleh bergabung dalam satu koperasi untuk mendirikan pabrik CPO. Asalkan, memenuhi syarat yang ditentukan.
“Jadi Dengan adanya peluang ini, mudah-mudahan kita dapat memanfaatkannya. Tahun 2001, saya mendampingi pemerintah waktu itu belajar sawit di Riau dan Medan. Saya ketua Komisi A DPRD Kutai Timur melakukan studi banding. Salah satu kesimpulannya yang kita terima adalah jangan sampai ada pabrik tanpa kebun. Karena itu akan membuat persoalan baru,” jelasnya.
“Iya karena tanpa kebun mereka pasti membutuhkan TBS. Ini mereka dapat dari mana, sehingga ini yang terjadi. Saya lihat sendiri hampir di setiap kebun itu selalu dijaga aparat dengan senjata lengkap. Waktu itu saya sempat bertanya kenapa, untuk menghindari pencurian kelapa sawit katanya,” sambung Ardiansyah Sulaiman.
Untuk itu, Ardiansyah Sulaiman meminta kepada petani sawit untuk bergabung dalam satu koperasi untuk membangun pabrik CPO. Sebab, menurutnya, industri sawit akan tumbuh dan berkembang di Kutim. Salah satu alasannya karena, pertambangan batubara berangsur akan dihilangkan.
“Saya mohon forum kelapa sawit untuk terus mendorong ini supaya pabrik CPO yang didirikan itu mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka persiapan untuk industri oleochemical kita. Apakah itu minyak goreng, atau kosmetik karena ini yang kita harapkan. Ya ini yang kita harapkan suatu saat 10 tahun atau 20 tahun ke depan, tidak ada lagi karyawan tambang,” imbuhnya.
Ardiansyah Sulaiman berharap, dengan berkembangnya industri turunan kelapa sawit di Kutim dapat menggantikan peran industri pertambangan batubara yang segera ditinggalkan. (adv)