Edukasi dan Pendekatan Agama, Usul Fitriyani Cegah Persoalan Sosial Penyebab Pernikahan Dini

Anggota DPRD Kutim, Hj Fitriyani.

KUTIM – Pernikahan dini isu yang masih banyak terjadi di Indonesia, termasuk di Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Meskipun seperti solusi cepat untuk berbagai masalah sosial, tapi ada banyak dampak buruk pernikahan dini untuk masa depan.

Hal ini mendapat tanggapan dari Anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) Kutim, Hj Fitriyani. Dia mengatakan jika dilihat dari sisi agama, pernikahan dini tidaklah salah.

Bacaan Lainnya

“Kalau saya melihatnya dari sisi agama. Tapi itu tergantung juga dari orang tuanya. Tapi Pemerintah sudah mengeluarkan imbauan kan mengenai batas minimal menikah untuk perempuan dan laki-laki,” kata Fitriyani.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan, keputusan pernikahan dini biasa diambil orang tua anak untuk mengatasi permasalahan sosial. “Kalau pemerintah sudah mengeluarkan aturan. Tapi kalau melihat sisi agama lagi, itu tidak bisa, daripada lahir tanpa ayah,” ujarnya.

Untuk itu, dia menilai harus ada langkah pencegahan terhadap persoalan sosial itu. Sebab, masa depan anak juga dikorbankan bila harus menikah dini.

“Anak-anak ini harusnya diedukasi mengenai pendidikan sejak dini. Selain itu, harus juga ada pendamping di sekolah-sekolah agar persoalan sosial ini tidak terjadi di anak-anak kita,” jelasnya.

Dia menerangkan, sangat disayangkan bila anak melakukan pernikahan dini. Sebab, mereka dinilai belum siap dari segi mental, serta pemikiran mereka belum matang dalam menjalani kehidupan pernikahan.

“Anak-anak belum berpikir matang kedepan. Menikah itu kan bukan satu sampai lima tahun, tapi untuk seumur hidup. Makanya mental harus dikuatkan,” ujarnya.

Selain dari segi pendidikan, pencegahan juga dapat dilakukan dari sisi agama. Anak-anak dapat mengikuti kajian agama yang bisa memberikan mereka pemahaman mengenai batas-batas pergaulan antara perempuan dan laki-laki.

“Hal ini juga dapat dicegah dari sisi agama. Harus ada kajian-kajian mengenai ini di sekolah. Selain itu, mereka juga diberikan pemahaman mengenai batasan pergaulan antara perempuan dan laki-laki,” tandasnya. (adv)





Pos terkait